Budidaya Ikan Mas Majalaya Masih Bertahan

Produksi benih mencapai 1 juta ekor per bulan.

Dede Darsono saat memperlihatkan induk ikan mas strain majalaya

Dede Darsono saat memperlihatkan induk ikan mas strain majalaya

Keberadaan ikan mas strain Majalaya ternyata masih bertahan. Ini terlihat masih adanya pembudidaya segmen pembenihan ikan mas tersebut yang tergabung dalam kelompok Pusat Pelatihan Mandiri Kelautan dan Perikanan (P2MKP) Tunas Mandiri Lestari Kp Cipaku Desa Pakutandang Kec. Ciparay Kab. Bandung. Produksinya benih mencapai 1 juta ekor per bulan. Dede Darsono, salah seorang tokoh pembudidaya ikan mas yang juga anggota P2MKP Tunas Mandiri Lestari mengemukakan, pembenihan ikan sudah dilakukan sejak tahun 1993. Meskipun pernah terhenti saat krisis moneter, sejak 2002 secara perlahan pembenihan ikan mas strain Majalaya kembali Sekitar tahun 1990 adalah puncak kejayaan Ikan mas strain Majalaya. Saat itu H Ayub salah seorang tokoh pembudidaya ikan mas Majalaya menjadi pionir yang mempopulerkan ikan yang mempunyai ciri khas tersebut. Ikan yang memiliki bentuk kepala kecil dengan tengkuk menonjol ini menjadi salah satu maskot dan trend ikan mas di Indonesia. Tak hanya terkenal di Indonesia ikan mas Majalaya menarik perhatian negara lain. Sekitar tahun 1992, pemerintah China dan Malaysia menerjunkan para ahlinya untuk berguru budidaya ikan mas majalaya. Namun bencana datang saat terjadi krisis moneter di Indonesia. Mulai tahun 1998. Pembudidaya ikan mas mulai dari pembenih, pendeder hingga pembesaran kolaps akibat tidak adanya permintaan konsumen. “Selama 6 bulan tak ada sama sekali pembeli, akibatnya pembudidaya ikan mas Majalaya bangkrut,” tutur Dede, belum lama ini. Saat itu ada sekitar ratusan orang yang bergantung kehidupannya pada budidaya ikan mas Majalaya dari hulu sampai hilir. Seperti halnya di Kampung Cipaku Desa Pakutandang Kec. Ciparay Kab. Bandung yang merupakan sentra pembenihan ikan mas Majalaya hampir semua beralih menanam padi bahkan ada yang menjual murah kolam kolam ikannya ke orang-orang kota Bandung bahkan Jakarta. “Lahan kolam ikan mereka terpaksa dijual untuk menyambung hidup,” jelas Dede. Barulah setelah kondisi perekonomian Indonesia membaik, sekitar tahun 2002 pembudidaya ikan mas di Cipaku yang masih bertahan , salah satunya Dede, mulai kembali berbudidaya pembenihan ikan mas Majalaya. Hal ini tak terlepas adanya permintaan pasar ikan mas. Alhasil, budidaya ikan mas Majalaya mulai bergeliat hingga sekarang. Namun, lepas dari terjangan krisis moneter, budidaya ikan mas lagi-lagi ditimpa masalah. Semua itu akibat alih fungsi lahan di Bojongsoang Kab. Bandung yang menjadi sentra pendederan (pembesaran dari benih ikan mas berukuran ibu jari orang dewasa menjadi sebesar tiga jari orang dewasa). Lahan-lahan kolam pendederan ikan mas Majalaya di daerah tersebut berubah menjadi perumahan. Akibatnya, tak ada lagi permintaan benih ikan mas Majalaya di Cipaku. Rantai budidaya ikan mas Majalaya tidak terpusat di satu lokasi. Untuk pembenihan ikan mas yang menghasilkan benih ikan mas sebesar ibu jari orang dewasa (disebut ikan keubul) dilakukan di Kampung Cipaku dan daerah lainnya di sekitar Kec. Ciparay. Kemudian ikan keubul tsb dibesarkan hingga sebesar tiga jari orang dewasa di kolam ikan di Bojongsoang. Barulah pembesarannya dikirim ke Waduk Jatiluhur dan Cirata dan menghasilkan ikan siap konsumsi (besarannya 4 sd 6 ekor per kg). Jadi saat alih fungsi lahan terjadi di Bojongsoang maka rantai budidaya ikan mas terputus. Puncaknya, sejak tahun 2014 praktis pendederan ikan mas di Bojongsoang terhenti karena lahan kolam sudah habis jadi perumahan. Tentu saja berimbas pula terhentinya pembenihan ikan mas Majalaya di Cipaku. Namun, Dede beserta kelompok pembudidaya ikan mas Majalaya di Cipaku dan sekitarnya tak menyerah. Mereka pun mencoba melakukan pendederan di lahan-lahan mina padi di kawasan lahan sawah Kec.Pacet Kab. Bandung. Upaya yang dilakukan membuahkan hasil. Meskipun hasil pendederan ikan mas tidak semaksimal yang dilakukan di Bojongsoang, setidaknya terjadi lagi rantai budidaya ikan mas Majalaya. Dede dan pembudayaan lainnya juga telah melakukan antisipasi. Mereka tidak lagi bergantung pada pengiriman pembesaran ke Waduk Jatiluhur dan Cirata tapi sudah mengirim ke sentra pembesaran ikan di Subang, Cianjur hingga Bogor. “Kita sudah dapat kabar kalau tahun depan pemerintah melarang jaring apung pembesaran ikan di waduk tersebut,” ujar Dede. ***(Yoga)