Masih Kemelut Utang Santunan Hari Tua, PTPN VIII Kerjasama Agrowisata dengan PT Jaswita

Ada sekitar 3.952 karyawan dan pimpinan PTPN VIII hingga saat ini belum mendapatkan SHT

Dirut Jaswita Jabar Deni Nurdyana Hadimin bersama Dirut PTPN VIII Mohammad Yudayat disaksikan Gubernur Jabar Ridwan Kamil menandatangani MOU Jaswita Jabar dgn PTPN VIII terkait pengembangan dan pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Ciater di Hotel Savoy Homan, Selasa (17/11/2020).

Dirut Jaswita Jabar Deni Nurdyana Hadimin bersama Dirut PTPN VIII Mohammad Yudayat disaksikan Gubernur Jabar Ridwan Kamil menandatangani MOU Jaswita Jabar dgn PTPN VIII terkait pengembangan dan pengelolaan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Ciater di Hotel Savoy Homan, Selasa (17/11/2020).

PTPN VIII masih bergelut dengan masalah. Sebelumnya, DPW FKPPN Jabar-Banten menyampaikan aspirasi kepada DPRD terkait permasalahan belum dibayarkannya SHT (Santunan Hari Tua) dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII.  Ada sekitar 3.952 hingga 5.152 ribu karyawan dan pimpinan PTPN VIII hingga saat ini belum mendapatkan SHT tersebut. Di sisi lain, sebelumnya Pihak PT Perkebunan Nusantara VIII selaku pengelola Perkebunan Ciater, melakukan kerjasama dengan badan usaha milik daerah (BUMD) Provinsi Jawa Barat, PT Jaswita, terkait pengelolaan bisnis agrowisata di Perkebunan Ciater. Pada Selasa, 17 November 2020, PT Perkebunan Nusantara VIII atau disingkat PTPN VIII, melakukan penandatanganan MoU, dengan PT Jaswita, di Hotel Savoy Homann Bandung, terkait pengelolaan bisnis agrowisata di Perkebunan Ciater. PTPN VIII berupaya kembangkan bisnis agrowisata. Penandatanganan tersebut, dilakukan dalam rangkaian kegiatan West Java Investment Summit (WJIS) 2020, di tempat sama. Dari pihak PTPN VIII dilakukan Direktur Mohammad Yudayat, sedangkan dari PT Jaswita oleh Direktur Utama Deni Nurdyana Hadimin, disaksikan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.   Kala itu, Direktur PTPN VIII, Mohammad Yudayat menyebutkan, kerjasama  PTPN VIII dengan PT Jaswita tersebut, sebagai pemanfaatan sebagian areal di Perkebunan Ciater untuk bisnis agrowisata. Rencananya, kawasan yang akan dijadikan agrowisata tersebut adalah sekitaran pabrik teh Perkebunan Ciater. Soal seberapa luasnya dan seberapa lama kerjasama bisnis agrowisata tersebut, menurut Mohammad Yudayat, akan tergantung seberapa besar nilai investasinya. Kerjasama PTPN VIII dengan PT Jaswita harus berprinsip saling menguntungkan dan bersifat nilai tambah. “Pengembangan bisnis agrowisata di Perkebunan Ciater, untuk tahap awal dikembangkan 400 hektar. Jika sukses, akan dilakukan pula pada areal-areal lainnya,” ujar Mohamad Yudayat. Direktur Utama PT Jaswita, Deni Nurdyana mengatakan, kerjasama pemanfataan Perkebunan Ciater untuk agrowisata ini merupakan kolaborasi antara PTPN VIII selaku BUMN, dengan PT Jaswita selaku BUMD. “Apalagi, PTPN VIII memiliki banyak potensi keindahan alam yang optimis dapat dimanfaatkan untuk pengembangan bisnis agrowisata,” ujarnya. Dengan MoU kerjasama wisata yang dilakukan PTPN VIII dengan PT Jaswita, katanya, diharapkan ketertarikan terhadap potensi bisnis agrowisata Jawa Barat terus meningkat. Namun ironisnya,  pada Rabu 2/11 DPW Forum Komunikasi Purnakarya Nusantara (FKPPN) Jabar-Banten menyampaikan aspirasi kepada DPRD Jabar terkait permasalahan belum dibayarkannya SHT (Santunan Hari Tua) dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII, pasalnya ada sekitar 3.952 hingga 5.152 ribu karyawan dan pimpinan PTPN VIII hingga saat ini belum mendapatkan SHT tersebut. Hadir pada saat audiensi tersebut Manajemen PTPN VIII yang diwakili oleh Direktur Mohammad Yudayat, Komisaris Utama Hanoeng Soeryo Soetikno, Senior Executive Vice President (SEVP) OperationRoemahmedia.com I Dian Hadiana Arief, SEVP Business Support Hariyanto beserta jajaran. Saat audiensi, DPRD Jawa Barat pun menyarankan (FKPPN) Jawa Barat Banten menempuh jalur hukum hal itu terkait belum dibayarnya Santunan Hari Tua (SHT) dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII. Sebelumnya, DPW FKPPN Jabar-Banten menyampaikan aspirasi kepada DPRD terkait permasalahan belum dibayarkannya SHT (Santunan Hari Tua) dari PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VII, pasalnya ada sekitar 3.952 hingga 5.152 ribu karyawan dan pimpinan PTPN VIII hingga saat ini belum mendapatkan SHT tersebut. PTPN sudah menawarkan solusi untuk persoalan tersebut, satu di antara yakni menawarkan aset dan lainnya sebagai niat baik dari direksi untuk menyelesaikan persoalan tersebut. Saat melakukan Audensi, Direktur PTPN VIII Mohammad Yudayat mengakui pihaknya belum membayar SHT tersebut, hal itu  karena kondisi keuangan PTPN saat ini tidak mencukupi untuk membayarnya. "Kami akui Santunan Hari Tua memang ada dan memang belum di bayar dan itu resmi dari PTPN VIII," katanya. Dia mengatakan, tetap akan membayarnya, hal itu dikarenakan semunya itu adalah kewajiban seluruhnya, bahkan dia mengungkapkan Tidak ada niat untuk mendzolimi karyawan pensiun PTPN. "Jadi mari kawan-kawan bersabar dan mari mencari solusi terbaik dengan situasi seperti ini. Tetapi Kami tidak memungkiri hutang ini tetapi kemampuan saat ini tidak ada untuk membayar ini," tandasnya.  Seperti disampaikan pihak PTPN VIII dalam siaran persnya kepada awak media pada Rabu 2/11, Manajemen PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII menyatakan kondisi perusahaan dalam proses penyehatan kembali sehingga menilai perlu melakukan penjadwalan ulang dalam memenuhi kewajiban perusahaan, termasuk membayar Santunan Hari Tua (SHT) pensiunan PTPN VIII. Direktur PTPN VIII Muhamad Yudayat dalam siaran persnya mengemukakan kondisi perusahaan saat ini dalam proses penyehatan kembali, menjadi faktor utama penjadwalan ulang pembayaran beberapa kewajiban perusahaan. Tercatat sejak tahun 2017, PTPN VIII membukukan kerugian sejumlah 252 M, sampai dengan tahun 2020 belum terjadi perbaikan yang signifikan. PTPN VIII sebagai perusahaan perkebunan negara merupakan perusahaan padat karya yang menaungi karyawan yang berjumlah 15.529 orang dan seluruhnya merupakan karyawan aktif yang harus dipenuhi kewajibannya setiap bulan.  Akibat peningkatan biaya operasional setiap tahun dan harga jual yang tidak kunjung naik sejak tahun 2000-an, menyebabkan kesulitan pendanaan dalam pembiayan operasional. Manajemen PTPN VIII sebelumnya telah mengundang untuk melaksanakan audiensi dengan organisasi  pensiunan yang diakui secara legal keberadaannya oleh PTPN Group yaitu Persatuan Pensiunan Perkebunan Republik Indonesia (P3RI).  Pertemuan antara PTPN VIII dengan FKPPN dimediasi oleh P3RI belum dicapai kata sepakat karena tuntutan FKPPN untuk dibayarkan secara lunas pada bulan Desember 2020. Dengan kondisi keuangan perusahaan sekarang, manajemen masih memprioritaskan pembayaran gaji karyawan aktif dan memberikan alternatif untuk membayar secara cicilan pada tahun 2021 dengan harapan kondisi keuangan membaik.  Yudayat menyatakan, PTPN VIII akan melakukan upaya terbaik untuk memenuhi kewajiban perusahaan dengan usaha yang maksimal, kita satu keluarga besar yang harusnya dapat mendahulukan penyelesaian secara internal dengan penuh kekeluargaan. Lalu pertanyaannya, bagaimana pengaruh kemelut utang SHT terhadap kerjasama PTPN VIII dengan PT Jaswita Jabar? Kita tunggu! *** 0.png