Jabar Bisa Terancam Krisis Pangan?

Pemerhati Agrobisnis, Atamimi: “Pemprov Jabar Jangan Gegabah Menyatakan Akan terjadi Krisis Pangan”

Gubernur Jabar Ridwan Kamil saat melakukan panen padi sawah menggunakan jamu  organik Biogro yang dilaksanakan di Ciseupan Cibeber Leuwigajah Kec. Cimahi Selatan Kota Cimahi, belum ini.

Gubernur Jabar Ridwan Kamil saat melakukan panen padi sawah menggunakan jamu organik Biogro yang dilaksanakan di Ciseupan Cibeber Leuwigajah Kec. Cimahi Selatan Kota Cimahi, belum ini.

BANDUNG, roemahmedia.com - Jangan sampai Jabar krisis pangan. Itulah yang disampaikan Gubernur Jabar Ridwan Kamil pada West Java Food & Agriculture Summit (WJFAS) yang digelar di Bandung pada10 Desember 2020. “Warning” dari Emil tersebut sehubungan terjadinya krisis kesehatan dan ekonomi secara global. Dikhawatirkan akan berlanjut dan berimbas terjadinya krisis pangan di Jabar jika tidak segera diansispasi. Salahsatu langkah antisipasi Pemprov Jabar yaitu dengan mengajak generasi milenial untuk memulai busnis di masa Covid-19 di sektor pertanian. "Ada ratusan hektar lahan Pemprov Jabar yang bisa dijadikan lahan garapan petani milenial," ujar Ridwan Kamil. Pemprov Jabar, lanjut Emil, akan meminjamkan berapa lahan yang menganggur untuk dikelola oleh para anak muda. Salah satu program yang digulirkan adalah program petani milenial dengan memanfaatkan teknologi. Emil mengajak semua sektor yang terlibat dalam pertanian untuk menerapkan teknologi modern. “Nanti kita seleksi anak-anak mudanya yang menguasai teknologi," terangnya. Selain itu, Pemprov Jabar bersama dengan Bank Indonesia Jabar menggagas program WJFS  ini dengan harapan menjadi kebangkitan ketahanan pangan 2021. Emil pun pada kesempatan itu mengimbau setiap lulusan perguruan tinggi disarankan untuk mengembangkan potensi desa, “Jabar merupakan daerah yang subur dan bagus dijadikan lahan untuk bertani, sehingga tidak ada alasan lagi untuk tidak kembali ke desa,” jelas Emil. Kekhawatiran Gubernur Jabar Ridwan Kamil ini memang beralasan. Toh, salahsatu komoditas utama pangan yaitu beras ternyata kondisinya cukup mengkhawatirkan. Padahal Kabar menjadi salahsatu lumbung beras nasional. Tengok saja data dari  Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat (Jabar) menyebutkan luas panen padi di Jabar pada tahun 2019 mengalami penurunan yang berdampak pula pada berkurangnya produksi beras. Kepala BPS Jabar Doddy Herlando menyebutkan luas panen padi di Jabar pada 2019 diperkirakan sebesar 1.579 ribu hektar atau mengalami penurunan sebanyak 128.418 hektar atau 7,52 persen dibandingkan tahun 2018. “Penurunan luas lahan panen tentunya berdampak pada hasil produksi padi Jabar tahun 2019," ujarnya, Senin (02/03/2020). BPS menyebutkan produksi padi di Jabar pada 2019 diperkirakan sebesar 9,08 juta ton Gabah Kering Giling (GKG) atau mengalami penurunan sebanyak 562.402 ton atau 5,83 persen dibandingkan tahun 2018 Jika produksi padi pada tahun 2019 dikonversikan menjadi beras untuk konsumsi pangan penduduk, produksi beras di Jabar pada 2019 sebesar 5,22 juta ton atau mengalami penurunan sebanyak 323.103,89 ton atau 5,83 persen dibandingkan tahun 2018. Kondisi produksi berar Jabar yang terus mengalami penurunan akan berdampak luas pada kebutuhan konsumsi beras nasional. Di sisi lain, seperti dikemukakan Kepala Biro Perekonomian Provinsi Jawa Barat Benny Bachtiar mengakui, tahun 2021 Jabar berpotensi krisis pangan khususnya beras.  Hal ini dikarenakan masih bergantungnya pemenuhan kebutuhan beras dari negara lain seperti Vietnam. Negara tersebut diprediksi akan mengurangi jumlah ekspor beras termasuk ke Indonesia. Oleh karena itu, Benny memastikan pihaknya menerapkan berbagai kebijakan agar produktivitas pertanian lokal bisa meningkat. Pemprov Jabar Jangan Gegabah Menyatakan Akan terjadi Krisis Pangan  Soal kekhawatiran Gubernur Jabar Ridwan Kamil terjadinya krisis pangan di Jabar mendapat perhatian serius dari Pemerhati Agrobisnis yang juga mantan anggota Komite Perencana Bapeda Jabar, Ir. Muhammad Atamimi. Atamimi menyoroti sistem penanganan pangan di Jabar masih belum jelas pemetaannya. Menurutnya, hal itu terjadi tak hanya komoditas beras, tetapi juga dalam penanganan komoditas pangan lainnya. “Pemprov Jabar belum optimal dari segitu prognosisnya,” ujar Atamimi kepada reomahmedia.com, Rabu 16/12/2020 di Bandung. Foto: Ir. M. Atamimi Dengan kata lain, perhitungan antara pengadaan dengan penyaluran pangan di Jabar harus betul-betul dihitung secara jelas sesuai dengan data dan fakta yang ada. “Jangan hanya dari faktor kualitatif dan kuantitatif, tapi kontinuitasnya aatau distribusi pangan harus benar-benar diperhitungkan, sehingga ada fondamen mendasar saat berbicara soal kondisi pangan di Jabar,” jelasnya. Menurut Atamimi, pangan itu tidak tokh hanya beras, tetapi ada pangan nabati terdiri dari 10 komoditi yang terdiri dari beras, jagung, kedelai, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, sayuran, buah-buahan, minyak goreng dan gula putih. Serta pangan hewani terdiri dari lima komoditi yang meliputi daging sapi dan kerbau, daging ayam, telur, susu, dan ikan. Jadi kalau berbicara soal krisis pangan persepsinya jangan hanya beras sebagai tolok ukur. Kalau hanya beras yang menjadi tolok ukur itu bukan krisis pangan tetapi krisis beras.  Menurut Atamimi, Pemprov Jabar jangan gegabah menyatakan krisis pangan di Jabar hanya karena adanya ancaman penurunan produksi beras yang dikaitkan dengan konsumsi beras. “Hati-hati kalau pemerintah memprediksi akan terjadinya krisis pangan bisa menimbulkan gejolak di masyarakat,” jelas Atamimi. Atamimi pun menyoroti OPD atau dinas terkait yang menangani pangan di Jabar. Atamimi mempertanyakan adanya penggabungan OPD Dinas Ketahanan Pangan dan Peternakan, yang dibentuk semasa pemerintahan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan. Atamimi menyarankan, Gubernur Jabar Ridwan Kamil mengembalikan kembali tupoksi penanganan pangan di Jabar dengan membentuk tersendiri seperti Badan Ketahanan Pangan Jabar yang dibentuk pada masa pemerintahan Gubernur Danny Setiawan. “Badan ini khan bersifat koordinatif lintas sektoral dengan dinas-dinas terkait pangan, seperti Dinas pertanian, peternakan, perikanan dan Indag,” jelas Atamimi. Latar belakangnya, tupoksi penanganan pangan tersebut tidak di satu dinas tetapi terdapat di dinas-dinas tersebut. Jadi OPD seperti Badan ini bisa mengkoordinasi dinas-dinas terkait tersebut. “Kalau betul Gubernur Jabar khawatir akan adanya ancaman krisis pangan di Jabar, pembentukan OPD tersendiri seperti Badan Ketahanan Pangan harus segera dilakukan pada tahun 2021,” pungkas Atamimi.***