Jawa Barat "Avatar" Energi Baru Terbarukan Nasional

Penulis: Yoga Udayana/Pemred roemahmedia.com

BANDUNG, roemahmedia.com - Potensi energi baru terbarukan (EBT) Jawa Barat diibaratkan "Avatar" EBT di Indonesia. Sosok Avatar di sebuah Film animasi digambarkan sebagai sosok yang menguasai tanah, air, api/matahari dan angin. Betapa tidak, menurut estimasi Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Jabar, potensi EBT Baru di Jawa Barat itu 170,4 Gigawatt equivalen berasal dari angin, matahari, air, biomassa, dan sebagainya. Ada potensi pembangkit listrik tenaga angin sebesar 12.272 megawatt (MW) dan panas bumi sebesar 5.956,80 MW. Namun, selain panas bumi yang sudah dimanfaatkan hingga 20 persen, angin dan surya masih berjuang menyentuh angka 1 persen. Di sisi lain, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil pun mengungkapkan besarnya potensi investasi pada sektor energi terbarukan di wilayahnya. Kang Emil juga menyebut bahwa Jawa Barat menargetkan konversi energi hingga 30% ke EBT kurun 2 - 5 tahun ke depan. Disebutkan, Jawa Barat memiliki potensi besar dan mulai mengembangkan pemanfaatan energi terbarukan sebagai sumber listrik baru. "Ekonomi hijau diwakili Masdar (unit usaha Mubadala asal Uni Emirat Arab) yang akan membuat solar panel terbesar di ASEAN di atas air, kemudian di Sukabumi tenaga angin, geothermal, semua. Karena di 2050 kita harus zero net carbon, jadi listrik jangan lagi dari batu bara," kata Kang Emil dalam acara West Java Investment Report: Investasi Jawa Barat Juara, Senin (7/2/2022). Sebagai catatan, solar panel terbesar yang dimaksud Kang Emil akan terwujud dari proyek PLTS Terapung Cirata yang dioperasikan PT Pembangkitan Jawa Bali Masdar Solar Energi (PMSE). PMSE merupakan perusahaan patungan antara PT PJBI (51%), unit usaha PT PLN (Persero), dan Masdar (49%), unit usaha Mubadala, perusahaan energi asal Uni Emirat Arab. Bila pembangkit listrik ini beroperasi, maka PLTS Terapung Cirata 145 MWac ini akan menjadi PLTS Terapung terbesar di Asia Tenggara dan terbesar kedua di dunia. Menurur Kang Emil yang juga menjadi Ketua Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energ menyebutkan saat ini seluruh kepala daerah yang tergabung dalam Asosiasi Daerah Penghasil Migas dan Energi Terbarukan sepakat mendorong pemberdayaan energi terbarukan demi mendukung rencana Indonesia mencapai nol emisi karbon. Jawa Barat sendiri telah ditetapkan bahwa penggunaan energi listrik akan pelan-pelan dikonversi dari semula bersumber pada energi fosil menjadi energi terbarukan. "Kami sepakat mendorong renewable energy bersama. Jabar kan targetnya kurang lebih dalam 2-5 tahun ini mendekati 30% si energi kita harus pelan-pelan konversi ke EBT. Jadi potensinya besar," ujarnya. Menurut Kang Emil, Asosiasi yang dipimpinnya ini, sudah memiliki perhitungan mengenai berapa potensi energi yang bisa dihasilkan sumber-sumber terbarukan di Indonesia. Perhitungan itu hasilnya senada dengan hasil penelitian Standford University dari Amerika Serikat yang menyebut bahwa Indonesia bisa mencapai target net zero carbon pada 2050. Kang Emil berkata, potensi energi dari sumber-sumber nonfosil di Indonesia mencapai 400 MW. Dari jumlah itu, sekitar 100 MW diperkirakan bisa habis untuk konsumsi masyarakat Indonesia. Sisanya, daya listrik yang berlebih bisa dimanfaatkan untuk dijual ke negara lain yang membutuhkan. Makanya, lanjut Kang Emil, sekarang berdatangan, salah satunya sekarang semua bantuan luar negeri selalu mensyaratkan itu. Jadi kemarin (Jabar) kedatangan Rp 40 triliun bantuan dari Jerman, syaratnya hanya satu: ambil tapi infrastruktur hijau. Jadi peluangnya sangat besar dan kita punya segalanya di tanah yang subur ini. "Makanya saya selalu bilang 'what is west java? West java is 20% of Indonesia of everything.' Jadi kalau dipukul rata ya seperlima sumber ekonomi, PDRB, ekspor, ya kurang lebih di angka itu," ujarnya. *** Namun apa mau dikata, dari potensi EBT Jabar implementasinya baru memanfaatkan sekitar 3,4 Gigawatt equivalen, artinya baru sekitar 2 persen Hal tersebut sempat disampaikan Kepala Bidang Energi Dinas ESDM Provinsi Jawa Barat, Permadi Mohamad Nurhikmah, saat menjadi pembicara pada Jabar Punya Informasi (JAPRI) di Aula Timur Gedung Sate, Kota Bandung, Senin (3/9/2022). Sejumlah Hambatan masih menjadi persoalan klasik pengembangan EBT di daerah tak terkecuali di Jabar. Sebelumnya, Kepala Dinas ESDM Jabar Ai Saadiyah Dwidaningsih mengakui adanya sejumlah hambatan dalam implementasi EBT di Jabar, di antaranya aspek regulasi. Kewenangan sektor energi relatif tersentralisasi di pemerintah pusat. Hal itu diklaim menyebabkan terbatasnya ruang fiskal dan gerak daerah dalam pengembangan EBT. Selain itu, dari aspek teknis. Menurut Ai, kemampuan sistem jaringan untuk menyerap listrik dari EBT masih terbatas. Sifatnya juga masih belum bisa dipastikan tersedia terus-menerus. Sedangkan dari aspek finansial, subsidi terhadap energi fosil masih cukup besar. Ketertarikan sektor keuangan dalam berinvestasi di bidang EBT masih rendah karena risiko yang dinilai tinggi. Padahal, harga pembangkitan EBT untuk beberapa sumber, seperti PLTS (Pembangkit Listrik Tenaga Surya), semakin terjangkau,” katanya lewat keterangan pers beberapa waktu lalu. Jelaslah pengembangan EBT di Indonesia termasuk Jabar perlu dilakukan pembenahan. Semua itu menjadi tantangan. Dari aspek regulasi, kewenangan sektor energi relatif tersentralisasi di pemerintah pusat. Hal itu menyebabkan terbatasnya ruang fiskal dan gerak daerah dalam pengembangan EBT. Selain itu, dari aspek teknis, kemampuan sistem jaringan untuk menyerap listrik dari EBT masih terbatas. Sifatnya juga masih belum bisa dipastikan tersedia terus-menerus. Tak hanya itu, seperti disampaikan Kepala Dinas ESDM, Ai Saadiyah Dwidaningsih, ST. MT. dari aspek finansial, subsidi terhadap energi fosil masih cukup besar. Ketertarikan sektor keuangan dalam berinvestasi di bidang EBT masih rendah karena risiko yang dinilai tinggi. Padahal, harga pembangkitan EBT untuk beberapa sumber, seperti PLTS, semakin terjangkau. Pengolahan sampah ke depan juga diyakini lebih ramah energi. Selain punya pengolahan plastik satu-satunya di Indonesia, kawasan pengolahan sampah raksasa tengah disiapkan. Tempat Pembuangan Sampah (TPS) Legok Nangka, misalnya, ditargetkan bakal menghasilkan listrik 20-30 MW. Langkah itu melengkapi pembangunan baterai mobil listrik di Jabar. Patut dicatat, Jabar satu-satunya daerah yang menggunakan mobil listrik sebagai kendaraan dinas. Jabar kini tengah menggenjot banyak program meningkatkan penggunaan EBT. Setelah pembangkit listrik tenaga mikrohidro (PLTMH) dan pembangkit listrik tenaga surya solar home system (PLTS SHS), pengembangan EBT diarahkan pada pengembangan PLTS atap. Sejak 2014, dia mencontohkan, penggunaannya dilakukan di beberapa kantor pemerintahan. Di antaranya, Kantor Dinas ESDM Jawa Barat dengan kapasitas 14,8 kilowatt peak (kWp), Gedung Pakuan (22,8 kWp), Gedung DPRD (85 kWp), dan kantor dinas ESDM di daerah. Selanjutnya, rencana pengembangan PLTS atap akan diperluas ke pesantren- pesantren. Skemanya lewat kerja sama dengan Kedutaan Besar Inggris telah disusun prastudi kelayakan untuk 173 SMA/SMK di Jabar. Nantinya akan dicoba melalui pembiayaan alternatif untuk mewujudkan implementasi PLTS atap di sekolah-sekolah agar lebih masif. ”Nilai investasinya sekitar 15 juta dollar AS. Pada tahun 2021, respons dari investor pengembang PLTS sangat baik. Banyak yang berminat. Namun, formulasi bisnis terbaik tengah kami susun,” katanya. Begitulah gambaran potensi EBT di Jawa Barat yang bisa diibaratkan sebagai Avatar EBT Indonesia, notabene masih butuh dukungan semua pihak dan regulasi yan komprehnsif menunjang percepatan pembangunan EBT. Energi terbarukan adalah jawaban untuk masa depan ekonomi manusia dan dunia lebih baik!