Hipertensi dan Pendarahan Jadi Penyebab Kematian Ibu Tertinggi

BANDUNG, roemahmedia.com - Penurunan angka kematian ibu dan bayi, prevalensi stunting, insidensi HIV serta TBC menjadi beberapa poin dalam indikator pembangunan nasional yang ditargetkan selesai pada 2024. “Sampai saat ini, hipertensi dan pendarahan menjadi penyebab kematian ibu yang paling umum,” kata Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat dr. R. Nina Susana Dewi, Sp.PK(K)., M.Kes., MMRS. Lebih lanjut ia mengatakan dengan upaya yang keras dan kolaborasi dengan lintas sektor serta dukungan organisasi profesi, Kementerian Kesehatan telah menetapkan percepatan penurunan angka kematian ibu (AKI) per tahun sebesar 7,5% sehingga AKI pada tahun 2024 menjadi 151 per 100.000 Kelahiran Hidup dan Angka Kematian Bayi menjadi 12 per 1000 Kelahiran Hidup pada tahun 2024. Berdasarkan data Komdat yang diunduh pada 11 Januari 2022, jumlah kematian ibu tahun 2021 sejumlah 1.188 kasus, dengan kasus kematian ibu tertinggi di Kabupaten Karawang sebanyak 117 kasus. Dibandingkan tahun 2020 terdapat 745 kasus kematian ibu, tahun 2021 mengalami peningkatan kasus kematian ibu sebesar 443 kasus sehingga menjadi kematian terbanyak tahun 2021 karena dikarenakan Covid-19 dengan persentase 40%. Kematian ibu terjadi paling banyak saat hamil dan nifas dengan spesifikasi ibu meninggal paling banyak pada usia reproduktif yaitu 20 – 35 tahun dan masih banyak yang di atas usia 35 tahun dengan persentase 36%. Sementara itu, kematian bayi tahun 2021 mengalami penurunan sejumlah 88 kasus dengan total 2.672 kasus dengan perbandingan tahun sebelumnya yaitu 2020 terdapat 2.760 kasus kematian bayi. Lalu, Kadinkes memaparkan jumlah kematian neonatal di tahun 2021 mengalami peningkatan sejumlah 25 kasus dibandingkan dengan tahun 2020 yaitu dengan total 2.252 kasus yang disebabkan bayi berat lahir rendah (BBLR). Di antara strategi intervensi yang bisa dilakukan dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi menurutnya adalah peningkatan akses layanan bagi ibu dan bayi, peningkatan kualitas layanan kesehatan, pemberdayaan masyarakat dan penguatan tata kelola. Kolaborasi pentahelix antara pemerintah, masyarakat, akademisi organisasi profesi, media dan dunia usaha dapat dilakukan dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Dalam peningkatan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak berdasarkan keterangan Kadinkes Nina meliputi peningkatan kualitas pelayanan antenatal yang komprehensif sesuai standar dan terintegrasi terpadu dengan LP terkait, peningkatan kualitas pelayanan pertolongan persalinan dengan menerapkan standar asuhan persalinan normal, peningkatan kualitas pelayanan nifas untuk ibu dan neonatal dengan mengikuti standar pelayanan dan waktu kunjungan paling sedikit tiga kali, dan peningkatan kualitas pelayanan obstetri dan neonatal emergensi di tingkat pelayanan dasar (Poned) dan di tingkat pelayanan rujukan primer/rumah sakit kabupaten (Ponek). “Presiden Joko Widodo sendiri telah menjadikan kesehatan bagi ibu dan anak menjadi prioritas, salah satunya juga untuk menghindari stunting. Kita perlu menjaga anak cucu kita sebagai generasi bangsa terhindar dari stunting,” tutupnya.