GERAK Minta Kejati Jabar Dalami Dugaan penyelewengan Dana Hibah Kadin Jabar 2019

Ketua Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) Jawa Barat, Yoseph Suryanto

Ketua Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) Jawa Barat, Yoseph Suryanto

BANDUNG, roemahmedia.com — Ketua Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) Jawa Barat, Yoseph Suryanto, meminta Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jabar selain mengusut keterlibatan mantan Ketua Kadin Tatan Pria Sujana, penyidik juga harus mendalami dugaan keterlibatan oknum pejabat Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Jawa Barat, terutama Kepala Dinas Mohamad Arifin Soedjayana. Ditenggarai, ada persengkongkolan antara oknum di internal Disperindag dan oknum Kadin pada pencairan anggaran hibah yang tidak sesuai dengan NPHD antara Pemprov Jabar dengan Kadin Jabar Nomor 978/8617/Skrt tanggal 7 Oktober 2019. “Informasi sumber tepercaya, itu dana hibah ditransfer bukan ke rekening Kadin atau Ketua Kadin. Itu kan aneh, jelas -jelas melanggar ketentuan yang berlaku. Jelas kan yah, ada peran oknum Disperindag yang terlibat. Kepala dinas lah paling bertangungjawab atas itu,” ujar Yoseph saat ditemui wartawan di Gedung Sate Bandung, Rabu (11/11/2020). Sebagaimana diketahui, Oktober 2020, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat mulai memeriksa dugaan Penyelewengan Dana Hibah Pemerintah Provinsi Jawa Barat (Pemprov Jabar) sebesar Rp 1,7 miliar yang diserahkan kepada Kadin Jabar pada tahun 2019 lalu. Menurut Yoseph, penyidik juga harus mengusut aliran dana hibah. “Informasinya, itu uang hibah mereka putar, mereka gunakan untuk beli paket-paket proyek di sini (Pemprov Jabar-red). Tugas penyidik mendalami kebenaran informasi itu,” ujarnya. Kejati Jabar melalui Asintel yang menangani kasus tersebut, telah mengundang tiga orang yang diduga terkait penyaluran dana hibah dimaksud. Mereka yang telah dimintai keterangan oleh pihak intel yaitu Kepala Dinas Industri dan Perdagangan Pemprov Jabar M. Arifin Soedjayana, Kepala Bidang (Kabid) Perdagangan Luar Negeri Disperindag Jabar Ida Rohaya dan Kasie Bidang Perdagangan Luar Negeri, Delima Sitorus. Tak cukup, lanjut Yoseph, penyidik juga harus memeriksa dugaan penyimpangan yang terjadi pada penerimaan hibah Kadin Jabar Tahun 2020 Rp 5,4 miliar. “Informasi yang masuk ke GERAK Jabar, penggunaannya juga gak jelas,” ujarnya. Menurut Yoseph, untuk membuktikan kebenaran informasi dimaksud, penyidik bisa menelisik NPHD Nomor 978/2426/Skrt tertanggal 22 Mei 2020. “Jadi jangan cuma hibah 2019, periksa juga itu yang tahun 2020,” tandasnya. Pihaknya berharap, Kejati Jabar segera menetapkan tersangka pada kasus tersebut. “Kalau Kejati Jabar tidak serius menangani kasus hibah Kadin, tentu itu akan jadi preseden buruk bagi keseriusan pemerintah memerangi korupsi,” lanjut Yoseph. Lebih lanjut, GERAK Jabar enggan terjebak pada kekisruhan kepengurusan Kadin Jabar saat ini. “Gak ada urusan dengan konflik Kadin. Gak ada urusan dengan kubu Cucu atau Tatan, fokus kami penegakan hukum kasus korupsi,” pungkas Yoseph. Yoseph mewanti-wanti penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, serius dalam mengusut dugaan penyelewengan dana hibah Kamar Dagang Indonesia (Kadin) Jawa Barat Rp 1,7 miliar. “Kita menuntut transparansi dan keseriusan penyidik. Kita akan kawal kasus ini sampai tuntas” ujarnya, Menurut Yoseph, dari investigasi yang dilakukan pihaknya, aliran dana hibah yang diterima Kadin Jabar Tahun 2019, patut diduga tidak dipergunakan sebagaimana mestinya dan berpotensi melanggar Permendagri No 123 Tahun 2018 tentang pedoman pemberian hibah dan bantuan sosial yang bersumber dari APBD. “Yah itu (dugaaan penyelewengan-red) jelas ada. Kalau peruntukan hibahnya untuk pengembangan UMKM tapi dipakai untuk ongkos lima pengurus Kadin mengikuti perjalanan dinas gubernur, yah itu jelas gak tepat. Jelaslah itu melanggar,” kata Yoseph. Dijelaskan, agar dana hibah atau bansos tidak berujung menjadi masalah, setidaknya penerima harus memperhatikan tiga aspek dalam setiap pertanggungjawabannya. Tiga aspek tersebut harus benar-benar dipahami pihak penerima dana hibah dan bansos. “Ada tiga aspek, pertama laporan penggunaan hibah atau bansos. Kedua, surat pernyataan tanggungjawab yang menyatakan bahwa dana diterima telah digunakan sesuai dengan NPHD (Naskah Perjanjian Hibah Daerah) atau proposal yang telah disetujui. Dan ketiga adalah bukti-bukti pengeluaran yang lengkap dan sah,” beber Yoseph. Terkait dengan itu, bukan hal yang sulit bagi penyidik untuk menemukan potensi pelanggaran pada peruntukan dana hibah dimaksud. “Yah penyidik kan bisa lihat, apakah dana yang diterima Kadin Jabar itu dipergunakan sesuai proposal atau tidak? Kalau tidak sesuai yah melanggar, kan hibah itu secara spesifik telah ditetapkan peruntukannya,” jelas Yoseph. Lebih lanjut, informasi dari sumber tepercaya, kurang lebih Rp 750 juta dana hibah dipergunakan untuk tujuh pengurus Kadin mengikuti perjalanan dinas gubernur ke Korea dan Turki. Parahnya, peruntukan tersebut tidak tercantum dalam proposal atau NPHD. “Penyidik kan bisa lihat, kalau memang itu berdasarkan permintaan gubernur, pasti memakai paspor biru. Ini kan tidak, tujuh orang pengurus Kadin itu memakai paspor hijau. Artinya apa? Yah penyidik pasti tahu lah,” tandas Yoseph.***