Anak Perusahaan Pertamina Diminta Tanggung Jawab Terjadinya Tumpahan Minyak di Karawang

Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Daerah Pemilihan Kab. Karawang dan Kab. Purwakarta Ihsanudin, M.Si

Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Daerah Pemilihan Kab. Karawang dan Kab. Purwakarta Ihsanudin, M.Si

BANDUNG, roemahmedia.com - Anggota DPRD Provinsi Jawa Barat, Daerah Pemilihan Kab. Karawang dan Kab. Purwakarta Ihsanudin, M.Si menyampaikan keluhan sekaligus aspirasi masyarakat Karawang, terutama masyarakat kawasan pesisir yang beberapa hari ini dibanjiri limbah spill oil ketiga kalinya. Limbah ini disebabkan kebocoran saluran pipa di bawah laut milik anak perusahaan Pertamina, PHE ONWJ. Ihsanudin menyampaikan hal tersebut saat Anggota Komisi III DPRD Provinsi Jawa Barat, menggelar Rapat bersama PT Migas Hulu Jabar di Bandung, Selasa, 26 April 2021. Menurut Ihsanudin, PT MUJ (Migas Hulu Jabar) pun memiliki peran dan keterlibatan langsung atas kepemilikan saham 10%. Artinya BUMD Jabar ini juga bertanggungjawab atas keteledoran-kebocoran  Ihsanudin menegaskan agar pihak-pihak terkait agar segera mengambil tanggung jawab, tindakan cepat dan tanggap darurat. Jangan lamban apalagi membiarkan tanpa melakukan pembersihan limbah di pesisir laut yang kami cintai ini. “Silahkan rangkul para nelayan dan warga sekitar untuk pembersihan dan pastikan kompensasi diberikan pada masyarakat yang terdampak langsung,” tegasnya. Ihsanudin mengimbau, proses pemberian kompensasi agar sesuai dengan prosedur dan semua hak mereka yg terdampak dapat dipenuhi tanpa ada potongan. Jangan sampai ada yang terlewat, seperti masyarakat pesisir Desa Pusakajaya Utara Kecamatan Cilebar, contohnya.  Khususnya masyarakat buruh tambak (eks petani plasma TIR). Mereka bekerja sebagai buruh tambak dari sejak dibukanya proyek TIR tahun 1984 hingga detik ini. Masalah muncul ketika mereka tidak memiliki surat kepemilikan tambak dan berakibat tidak diberinya kompensasi kebocoran pipa spill oil milik PHE ONWJ ini. Padahal, walaupun tambak yg selama ini mereka kelola sedang digadaikan ke pihak ketiga (pengusaha) tetapi mereka tetaplah menjadi buruh tambak di lahan-lahan tersebut. Tentu saja budi daya ikan dan udang di tambak menjadi tidak produktif dan akhirnya gagal panen (merugi). ”Efeknya para buruh tambak dihentikan pembayaran honor bulanan yang biasa diberikan pengusaha (pihak penggadai), apalagi bonus saat berhasil panen sama sekali tidak ada,” jelas Ihsanudin  ”Saya mengusulkan atas pertimbangan di atas agar mereka (buruh tambak) juga diberikan kompensasi sebagaimana masyarakat yang terdampak langsung lainnya,” ujarnya. ***