Begini langkah Ka. Bapenda Jabar Dedi Taufik terkait Terbitnya UU HKPD, Berikut Kesiapan SDMnya

BANDUNG, roemahmedia.com - Terbitnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah (HKPD) merupakan integrasi dua UU yang mengatur tentang keuangan daerah yaitu :UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak dan Retribusi Daerah dan UU No. 33 Tahun 2014 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah Sehingga dengan terbitnya UU HKPD, pengaturan keuangan daerah yang terdiri dari pendapatan baik pajak, retribusi, pendapatan dana transfer maupun pendapatan lain, belanja dan pembiayaan diatur dalam satu Undang-Undang. Demikian penjelasan Kepala Badan Pendapatan Daerah ((Bapenda) Provinsi Jabar Dr. H. Dedi Taufik Kurohman, M.Si berkaitan dengan telah terbitnya UU HKPD melalui pesan WhatsApp-nya kepada roemahmedia.com, Rabu 9/11 Menurut Kang DT (panggilan akrabnya), salah satu tujuan UU HKPD adalah memperkuat kapasitas fiskal daerah terutama kapasitas fiskal kabupaten kota, melalui penerapan opsen pajak kendaraan bermotor (PKB) dan Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Saat ini PKB dan BBNKB merupakan kewenangan pajak Provinsi, sementara kabupaten dan kota memperoleh dana bagi hasil dari kedua jenis pajak tersebut dengan 30% dari realisasi penerimaannya. Sesuai dengan hasil evaluasi kementerian keuangan RI tentang skema dana bagi hasil PKB dan BBNKB, Kang DT memaparkan, selama ini didapatkan kondisi sebagai berikut : a. Potensi PKB dan BBNKB di daerah belum tergali optimal, terlihat dari data penunggak pajak masih cukup besar,. Hal ini antara lain disebabkan oleh pemungutan hanya dilakukan oleh Provinsi, sedangkan kontribusi kabupaten kota dalam PKB dan BBNKB masih minim karena hanya menunggu dana bagi hasilnya saja. b. Di beberapa provinsi pencairan dana bagi hasil PKB dan BBNKB ke kabupaten kota dilakukan per triwulan atau per semester, sehingga belanja pembangunan kabupaten kota tidak maksimal. "Dii Provinsi Jawa Barat pencairan telah dilakukan per bulan," ujar Kang DT Untuk itu format dana bagi hasil PKB dan BBNKB diubah oleh UU HKPD menjadi format Opsen PKB dan BBNKB, artinya PKB dan BBNKB tidak hanya menjadi kewenangan Provinsi tetapi juga dapat menjadi kewenangan kabupaten kota. Dengan perubahan format ini maka diharapkan peran kabupaten kota yang semula pasif menjadi aktif dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor maupun BBNKB. "Walaupun PKB dan BBNKB dipungut oleh Provinsi juga kabupaten atau kota, besaran Pajak tidak boleh bertambah atau membebani masyarakat," jelasnya. Untuk itu komposisi Pendapatan PKB tidak lagi menggunakan format dana bagi hasil 70% untuk Provinsi dan kabupaten atau kota 30% dari tarif provinsi maksimal 2 % dari NJKB, tetapi menggunakan pola perhitungan baru yaitu pajak ditetapkan dari Tarif Provinsi maksimal 1,2 % dari NJKB dan Tarif kabupaten kota 66% dari Tarif yang ditetapkan Provinsi. Begitupun dengan komposisi pendapatan BBNKB format dana bagi hasil 70% untuk Provinsi dan kabupaten atau kota 30% dari tarif provinsi maksimal 20 % dari NJKB, tetapi menggunakan pola perhitungan baru yaitu pajak ditetapkan dari Tarif Provinsi maksimal 12 % dari NJKB dan Tarif kabupaten kota 66% dari Tarif yang ditetapkan Provinsi. Berdasarkan simulasi perhitungan format UU HKPD, maka penerimaan pendapatan PKB untuk kabupaten kota akan bertambah antara 25 s.d 32 % dibandingkan besaran penerimaan dana bagi hasil PKB saat ini. Begitupun dengan penerimaan dan BBNKB, untuk kabupaten dan kota akan meningkat antara 25 s.d 32 % lebih besar daripada penerimaan Dana bagi hasik BBNKB. Sebaliknya penerimaan pendapatan PKB dan BBNKB untuk provinsi dengan tarif maksimal yang ditetapkan dalam UU HKPD akan menurunkan penerimaan pendapatan sebesar kurang lebih 14 % dari penerimaan dengan tarif sebelum UU HKPD. Hal ini sejalan dengan tujuan UU HKPD yaitu meningkatkan kapasitas fiskal daerah khususnya kabupaten dan kota namun tidak menambah beban pajak bagi masyarakat. "Untuk itu perlu ada retrukturisasi pengelolaan PKB dan BBNKB dalam pelayanan kesamsatan yang selama ini dominasi Provinsi, ke depan bergerak bersama dengan keterkibatan aktif kabupaten kota dalam pemungutan pajak kendaraan bermotor," pungkasnya. BAPENDA JABAR LAKUKAN LANGKAH-LANGKAH PENERAPAN UU HKPD Bapenda Jabar sedang dan akan melakukan langkah-langkah penerapan UU HKPD. Yaitu, penyusunan Peraturan Daerah dan Peraturan Kepala Daerah tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Langkah tersebut meliputi tahapan : Penyusunan Naskah akademik Perda Pajak dan Retribusi Daerah; Penyusunan Raperda Pajak dan Retribusi Daerah: Penyusunan Rapergub Pajak dan Retribusi Daerah Kemudian melakukan penyusunan Standar Operasional Prosedur Pemungutan Pajak dan Retribusi Daerah: Pengembangan sistem informasi pendapatan terpadu Pajak dan Retribusi Daerah. Pengembangan sistem layanan digital pajak dan retribusi daerah; Review kebijakan dan kerjasama daerah dalam pemungutan Pajak dan Retribusi daerah, serta, Edukasi dan sosialisasi Pajak dan retribusi Daerah Di sisi lain mengenai kesiapan SDM Bapenda Prov Jabar terkait terbitnya UU tersebut, Kang DT menjelaskan, perubahan kebijakan pengelolaan pajak dan retribusi daerah dari UU 28 tahun 2009 menjadi UU 1 tahun 2022, berdampak pada pergeseran kewenangan pajak dan retribusi Provinsi. Hal ini perlu diantisipasi dengan penyesuaian kebijakan daerah dalam bentuk perda dan pergub, Standar operasional prosedur, dan termasuk sistem informasi "Untuk itu sumber daya manusia pengelola pajak di Provinsi Jawa Barat perlu disiapkan dan dikembangkan dengan menyesuaikan perubahan dari kebijakan, SOP maupun sistem informasi," ujarnya. Penguatan kapasitas sumber daya manusia di Bapenda akan disinergiskan dengan peningkatan profesionalisme SDM bidang perpajakan, yaitu pembentukan jabatan fungsional perpajakan seperti jafung Pemeriksa pajak dan penyuluh pajak. "Profesionalisme SDM perpajakan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dalam membayar pajak melalui penyuluhan maupun edukasi pajak seluruh lapisan masyarakat," pungkasnya.