Petani Kopi “Curhat” ke Komisi II DPRD Jabar

Luas lahan tanaman kopi arabika di Jawa Barat terus mengalami peningkatan, tidak sejalan dengan peningkatan produktivitas yang cenderung stagnan.

Kopi arabika

Kopi arabika

BANDUNG, roemahmedia.com - Saat dikunjungi Komisi II DPRD Jabar, Petani Kopi yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan Giri Senang Desa Giri Mekar Kec. Cilengkrang Kab. Bandung jadi kesempatan untuk “curhat” tentang keinginan mengusulkan adanya Peraturan Daerah (Perda) terkait minum kopi lokal.  Ketua Kelompok Tani Hutan Giri Senang Asep Rohman mengatakan peraturan daerah ini diharapkan bisa menjadi salah satu cara mendorong pemasaran kopi lokal Jawa Barat kepada masyarakat. “Berharap Kopi Jawa Barat ini mempunyai perda, mudah-mudahan masyarakat jabar ini mulai minum kopi lokal", ujar Asep Rohman saat menerima kunjungan kerja Komisi II DPRD Provinsi Jawa Barat, Senin (15/2/2021). Menanggapi hal tersebut, Anggota Komisi II DPRD Jabar Asep Suherman mengatakan Kopi saat ini menjadi salah satu komoditas unggulan Jawa Barat. Namun sayangnya pemasaran hasil produk kopi lokal ini masih menjadi kendala. Asep mendorong pemerintah dapat ikut membantu memasarkan kopi seperti halnya dibuatkan regulasi. “Seperti halnya kepentingan Makan-minum itu diwajibkan bagi pemerintah dan seluruh jajaran instansi menggunakan produk lokal salah satunya kopi. Ini penting agar kepekaan kita terhadap produk lokal ini dicontohkan oleh pemerintah,” ujar Asep. Hal senada diungkapkan Anggota Komisi II DPRD Jabar Sari Sundari yang mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Barat membuat sebuah kebijakan agar hasil kopi lokal sepertihalnya Kopi Palasari ini bisa dipasarkan minimal diseluruh Jawa Barat. “Jadi kesulitannya adalah ketika mereka panen tetapi hasilnya tidak ada karena hasilnya sudah diambil oleh ijon. Alangkah baiknya jika pemerintah ikut membuat kebijakan,” ujar Sari. Sari mencontohkan kalau kebiasaan minum kopi ini digalakkan, seperti setiap tamu yang datang ke instansi pemerintah diberikan kopi lokal, hasil dari kelompok tani ini tentu bisa diserap dan mereka mendapat keuntungan yang lebih baik karena tidak dijual melalui ijon.  Sementara itu luas lahan tanaman kopi arabika di Jawa Barat terus mengalami peningkatan. Namun, peningkatan luas lahan tersebut tidak sejalan dengan peningkatan produktivitas yang cenderung stagnan. Hal sama juga terjadi pada kopi rosbuta. meski luas lahan cenderung meningkat, tetapi produktivitas kopi robusta cenderung stagnan.  “Penyebabnya disinyalir adanya perubahan iklim dan petani belum adaptasi terhadap perubahan tersebut dan tetap melakukan pola budidaya seperti biasanya atau konvensional,” jelas Kepala Dinas Perkebunan Jabar, Hendi Jatnika kepada roemahmedia.com melalui pesan WhatsApp, 31/12/2020. Dari data stastitik Dinas Perkebunan Jabar dari tahun 2015 sampai 2019 tercatat luas lahan kopi arabika meningkat dari 16.808 hektar menjadi 28.427 hektar.  Namun, produktivitas hasil panen cenderung menurun dari tahun 2015 mencapai 558,98 kg per hektar, maka pada tahun 2019 menjadi 395,29 kg per hektar.  Produksi kopi arabika memang meningkat dari tahun 2015 mencapai 9.395 ton menjadi 11.237 ton pada tahun 2019. Kalau produktivitas panen per hektar stabil seperti tahun 2015 seharusnya jumlah produksi kopi arabika jauh lebih besar. Sama halnya dengan kopi robusta. Pada tahun 2015 luas lahan kopi robusta mencapai 15.750 hektar. Sempat turun pada tahun 2016 mencapai 14.446 hektar. Namun, kembali meningkat pada tahun 2019 yang mencapai 18.655 hektar. Sedangkan dari segi produksi juga meningkat, dari tahun 2015 yang mencapai 8.066 ton menjadi 10.097 ton pada tahun 2019.  Dari segi produktivitas hasil panen kopi robusta juga menurun dari tahun 2018 mencapai 562,53 kg per hektar menjadi 541,21 kg per ha. Di sisi lain, kopi Java Preanger dari Jabar bernilai ekonomis tinggi untuk pasar ekspor. Kopi varietas arabika ini diterima pasar internasional dengan harga tertinggi dibandingkan kopi dari negara lain termasuk dari daerah lain di Indonesia.  “Harganya mencapai  10 SD 15 dolar Amerika per kg,” ujar Ketua Masyarakat Kopi Jawa Barat Dr. Ir. M. Atamimi . Pesaing pasar kopi Jabar seperti kopi Brasil kini hanya berkisar 5 Dolar Amerika. Hal itu terjadi karena di Brasil pemanenan buah kopi justru  dilakukan dengan mekanisasi.  Kopi memang menjadi salah satu komoditas unik, perlakuan  pemanenn secara konvensional lebih menaikkan harga. Kopi dengan harga tinggi adalah jenis arabika yang ditanam di atas ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Jawa Barat secara identitas geografis banyak memiliki pegunungan dengan ketinggian di atas 800 meter dpl bahkan hingga 1.500 m dpl.  Contohnya Kab Bandung terdapat kopi Malabar yang ditanam di Gunung Malabar. Kab. Garut degan kopi  di Gunung Papandayan serta Kab. Sumedang kopi di Gunung Manglayang.***