Kesbangpol Jabar Tindaklanjuti Hasil Survey IPRC: Masyarakat Jabar Toleransi Tinggi

Kepala Badan Kesbangpol Jabar Iip Hidayat (paling kiri) pada acara Toleransi dan Radikalisme di Jawa Barat: Ekspos Survei di 9 Kabupaten/Kota se-Jabar

Kepala Badan Kesbangpol Jabar Iip Hidayat (paling kiri) pada acara Toleransi dan Radikalisme di Jawa Barat: Ekspos Survei di 9 Kabupaten/Kota se-Jabar", di Hotel Aston Pasteur, Kota Bandung, Rabu, 9 Juni 2021.

BANDUNG, roemahmedia.com - Hasil survei yang dilakukan Indonesian Politics Research & Consulting (IPRC) di 9 kabupaten/kota di Jawa Barat menunjukkan masyarakat Jawa Barat memiliki sikap toleransi yang tinggi dan tidak mendukung radikalisme. Kepala Badan Kesbangpol Jabar, Iip Hidayat mengatakan, pihaknya menyambut baik hasil survei IPRC. Sekaligus membantah sejumlah survei  beberapa waktu lalu yang menyatakan Jawa Barat sebagai daerah dengan sikap intoleran tertinggi di Indonesia. "Kami menyambut baik hasil survei IPRC ini. Bahwa Jawa Barat dari sisi toleransi masih cukup bagus dan kuat. Tinggal bagaimana kita membina dan mengompakkan dan berkolaborasi agar toleransi tetap hidup di Jabar," tutur Iip. Demikian disampaikan Iip seusai menghadiri acara "Toleransi dan Radikalisme di Jawa Barat: Ekspos Survei di 9 Kabupaten/Kota se-Jabar", di Hotel Aston Pasteur, Kota Bandung, Rabu, 9 Juni 2021. Survei yang dilakukan IPRC, lanjut Iip, merupakan pembanding dari hasil survei lainnya. Sebelumnya, beberapa lembaga survei pada 2019-2020 menyatakan Jawa Barat merupakan provinsi paling intoleran di Indonesia. "Kami sudah mengundang lembaga survei itu untuk menyamakan persepsi. Alat ukurnya apa, indikatornya seperti apa. Nah, hari ini kami juga ingin survei dari kalangan akademis. Ternyata hasil survei mereka berbeda," papar Iip. Melihat hasil survei tersebut, ujar Iip, pihaknya pun kini sudah menggandeng Kesbangpol kabupaten/kota untuk sama-sama bekerja. Ia juga tak memungkiri, jika saat ini isu soal intoleransi, terutama radikalisme masih hangat dibicarakan. "Tapi kami sudah melakukan sejumlah langkah. Kami upayakan kontra radikalisasi bagi mereka yang belum terpapar dan bagi yang terpapar itu deradikalisasi. Nah, yang kami lakukan sekarang adalah memperkuat kontra radikalisasi," tegas Iip. Secara umum temuan survei IPRC menunjukan masyarakat Jawa Barat memiliki sikap toleransi yang tinggi dan tidak mendukung radikalisme, serta tergolong moderat. Hal tersebut tercermin pada penerimaan publik yang bersedia hidup berdampingan dengan warga lain yang berbeda agama.  Temuan-temuan dalam penelitian ini memberikan perspektif baru, di tengah potret toleransi masyarakat Jawa Barat yang seringkali dianggap bermasalah. Kendati masih terdapat catatan pada beberapa sisi, ada yang mengatakan masyarakat Jawa Barat sebagai masyarakat yang intoleran, merupakan kesimpulan yang terlalu mensimplifikasi kompleksitas sosiologis, yang hidup di tengah lima puluh juta penduduk atau dua puluh persen dari populasi nasional ini.  Kaitan dengan Dimensi Organisasi Keagamaan survey IPRC menunjukkan 65,9 persen publik menyatakan tidak berafiliasi langsung dengan organisasi berbasis keagamaan tertentu. Namun, sebagian besar publik mengenal beberapa organisasi tersebut, yang sedari lama sudah eksis di lingkungan tempat tinggal mereka. Temuan ini mengindikasikan sikap moderat yang hidup di internal masyarakat Jawa Barat tumbuh secara organik. Bukan suatu sikap dan tradisi yang tumbuh hasil dari produk sosialisasi yang bersifat hirarkies kelembagaan. Mengenai Dimensi Hubungan Sosial, survey menunjukkan 87,4 persen publik menyatakan bersedia berteman dengan warga lain yang berbeda agama. Lalu 85,6 persen publik menyatakan kesediaan untuk bertetangga dengan warga lain yang berbeda agama. Sebanyak 82,1 persen publik menyatakan kesediaan memberi bantuan kepada tetangga yang berbeda agama, dan 84,6 persen publik menyatakan tidak menolak kehadiran warga lain yang berbeda agama untuk tinggal satu lingkungan dengan mereka.  Survey mengenai Dimensi Hubungan Keagamaan menunjukkan 84,8 persen publik tidak menolak penyelenggaraan acara keagamaan agama lain di lingkungan mereka. Sebanyak 81,8 persen publik tidak menolak pendirian rumah ibadah agama lain di lingkungan mereka. Hasil temuan dari survey Dimensi Nilai Sosial menunjukkan sebanyak 91,4 persen publik menyatakan setuju untuk hidup berdampingan dengan warga lain yang berbeda agama; 57,8 persen publik menyatakan setiap warga negara memiliki hak untuk beribadah, termasuk tidak boleh ada pelarangan dalam mendirikan rumah ibadah. Sedangkan survey tentang Dimensi Peran Pemerintah, temuan menunjukkan 86,9% publik sepakat negara harus hadir untuk melindungi kelompok yang mendapat kekerasan dari kelompok lain; 92,7 persen publik menyatakan negara harus menindaktegas pelaku tindak kekerasan dan intimidasi kepada kelompok-kelompok tertentu. Survey Dimensi Radikalisme Dan Kekerasan Berbasis Agama, temuannya menunjukkan 79,3 persen publik menyatakan tidak setuju dengan anggapan demokrasi adalah sistem yang bertentangan dengan ajaran Islam. **