Cegah Stunting Remaja Putri Dikupas pada Rakor Biro Kesra Jabar-Nutrition International

BANDUNG, roemahmedia.com - Peranan Tim Pembina Usaha Kesehatan Sekolah / Madrasah (TP - UKS / M) dalam implementasi hingga pemantauan program Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) bagi Remaja Putri serta memahami isu kesehatan jiwa merupakan suatu hal yang penting. Ini saling berkaitan mengingat sasaran remaja berada di lingkungan sekolah/madrasah dan juga masyarakat Demikian salahsatu yang dikupas pada Rapat Koordinasi Sosialisasi Juknis Sekolah/Madrasah Sehat dan Penguatan Program Kesehatan Remaja di Jawa Barat yang diselenggarakan secara Hybrid oleh Biro Kesra Sekretariat Daerah Provinsi Jawa Barat bersama Nutrition International pada 16-17 Maret 2022 di Gedung Sate Bandung. Hadir pada acara tersebut Sekda Jabar Setiawan Wangsaatmaja yang juga menjadi keynote speach dan sekaligus membuka acara, serta para narasumber lainnya diantaranya Direktur Nutrition Internasional, Sri Kusyuniati, P.HD, dan Kepala Biro Kesra Setda Prov Jabar Barnas Adjidin Menurut Kepala Biro Kesra Setda Jabar Barnas Adji kegiatan dalam rangka Hari Gizi Nasional tersebut digelar untuk meningkatkan implementasi TP UKS/M dan mendukung program suplementasi TTD pada remaja putri. "Juga sebagai upaya penurun stunting melalui program nasional pencegahan dan pengendalian anemia bagi remaja putri di Sekolah Madrasah pada masa pandemi covid-19," jelasnya. Prevalensi anemia pada remaja putri di atas usia 15 tahun pada tingkat nasional adalah 22,3% (RISKESDAS, 2013). Namun demikian, lanjut Barnas, data dari penelitian di wilayah yang didukung Nutrition International, dimana salah satunya adalah Provinsi Jawa Barat, menunjukkan prevalensi anemia pada remaja putri adalah pada kisaran 40-52% (Agustina, R et al 2018, Fahmida U et al 2019). Sebagai upaya Pencegahan dan Penanggulangan Anemia, program Suplementasi Tablet Tambah Darah (TTD) bagi Remaja Putri telah diterapkan secara nasional sejak Pedoman Nasional diperbarui pada tahun 2016. Pedoman Nasional merekomendasikan remaja putri diberikan dan mengkonsumsi TTD seminggu sekali sepanjang tahun di sekolah (Kemenkes, 2016). Sebagaimana di tingkat pusat terdapat program Usaha Kesehatan Sekolah/Madrasah (UKS/M) yang diatur dalam Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri (Menteri Kesehatan, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Menteri Agama, dan Menteri Dalam Negeri) tahun 2014, dimana di dalamnya terbagi menjadi 3 komponen Trias UKS/M, yaitu pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan sehat. Pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) bagi remaja putri merupakan salah satu poin yang disebutkan dalam pelayanan kesehatan pada Trias UKS/M. Selain itu dalam indikator penilaian model sekolah/madrasah sehat yang juga mengangkat isu gizi, cakupan TTD bagi siswi SMP dan SMA sederajat merupakan salah satu bagian dari indikator penilaian. Meskipun program Suplementasi Tablet Tambah Darah bagi remaja putri di sekolah dihadapkan pada berbagai tantangan. RISKESDAS 2018 melaporkan proporsi remaja putri yang pernah menerima TTD adalah 76,2%, di mana 80,9% dari angka tersebut menerima TTD di sekolah. Sedangkan proporsi remaja putri di sekolah yang mengkonsumsi TTD sesuai dosis yang dianjurkan (52 tablet atau lebih dalam satu tahun) hanya 1,2%. Secara umum, remaja putri mendapatkan TTD dari dua sumber utama yaitu fasilitas kesehatan dan sekolah/madrasah. Namun, kondisi pandemi Covid-19 menjadi suatu tantangan besar dalam upaya distribusi TTD. Pemberlakuan kebijakan pembatasan kegiatan belajar mengajar secara tatap muka dan tutupnya sekolah memberikan dampak proses distribusi dan pemantauan TTD yang sebagian besar dilaksanakan di sekolah menjadi terhambat. Program ini dilakukan dengan mengembangkan kolaborasi multi sektor, termasuk Tim Pembina Usaha Kesehatan Sekolah / Madrasah (TP - UKS / M). Sedangkan Direktur Nutrition Internasional, Sri Kusyuniati, P.HD menyampaikan tahun 2030, Indonesia akan mendapatkan bonus demografi yaitu kesempatan ekonomi karena struktur kependudukan tahun itu usia 15 - 64 tahun merupakan usia produktif dalam menikmati bonus demografi tersebut. Kelompok umur tersebut sudah seharusnya mempunyai kondisi yang sehat, mempunyai pendidikan yang baik dan mempunyai pekerjaan. Sri menambahkan, aspek penting dalam mengupayakan kesehatan tersebut adalah memperbaiki kualitas hidup terutama kelompok remaja. Aspek paling penting juga bahwa kelompok remaja tersebut harus bebas anemia. Anemia menyebabkan remaja tersebut menjadi loyo, letih dan lemah yang pada akhirnya tidak optimal dalam menjalankan proses pendidikan dan dalam mencari pekerjaan. Sri menekankan program kesehatan remaja yang terbebas dari anemia ini diharapkan berjalan dengan lancar tentunya dukungan dari stakeholder pendidikan.