Legok Nangka belum juga terwujud, Masalah Sampah Bandung Raya Tetap Bakal Jadi "Bom Waktu"

Oleh: Yoga Udayana/Wartawan Senior

BANDUNG roemahmedia.com - Pemerintah Kab/Kota se-Bandung Raya kini harus menerima kenyataan pahit, terjadi penumpukan sampah dan dalam keadaan darurat sampah. Pemerintahan daerah setempat terus berupaya keras mengatasi masalah tumpukan sampah pasca terbakarnya TPA Sarimukti. Seperti halnya di Kota Bandung, secara masiv Pemkot Bandung gencar "gempur sampah". Kota Bandung masih berstatus darurat sampah sampai 25 Oktober 2023. Untuk mengefektifkan sisa waktu, Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung telah menjalankan serangkaian upaya untuk mengurangi sampah. Namun demikian, secara estimasi hitungan mengurangi volume sampah ada keterbatasan kapasitas. Jumlah kiriman sampah ke TPS-TPS dengan ritase truk pengangkut sampah ke TPA Sarimukti pasca kebakaran tidak memadai. Ini terkait Pemprov Jabar melalui Dinas Lingkungan hidup (DLH) Jabar memberi Kota Bandung kuota pengiriman ke TPA Sarimukti hanya 200 ritase per hari. Di sisi lain, dalam kondisi normal, total ritase truk pengangkut sampah dari Kota Bandung ke TPA Sarimukti mencapai 241 ritase atau sekitar 1.012 ton per hari. Sedangkan seperti yang dirilis Diskominfo Kota Bandung (Jum'at 14/10/2023), Sekda Kota Bandung yang juga Ketua Harian Satgas Darurat Sampah Kota Bandung, Ema Sumarna mengemukakan sampai 12 Oktober 2023, masih ada 7.049 ritase atau 29.000 ton sampah yang masih tertahan. "Ritase kita sangat dibatasi. Kalau Kota Bandung bisa mengirim sampah 200 ritase per hari ke Sarimukti, berarti kita butuh 35 hari untuk menyelesaikan darurat sampah ini. Kita minta tambahan kuota ritase ke Sarimukti supaya sampah ini segera teratasi," jelasnya. Menurut data dari Dinas DLHK Kota Bandung satu ritase setara dengan sekitar 4,2 ton. Jumlah ritase itu meningkat dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi belum sepenuhnya normal setelah terjadinya kebakaran TPA Sarimukti. Angka tersebut boleh dibilang baru catatan sampah yang ada. Belum terhitung adanya penambahan pasokan produksi sampah ke TPS setiap hari yang mencapai sekitar 1.300 ton. Angka ini berdasarkan catatan roemahmedia.com, tertanggal 20 September 2023, yang disampaikan saat Sertijab Pj Walikota Bandung Bambang Tirtoyuliono, oleh Sekda Kota Bandung Ema, bahwa saat itu ada tumpukan sampah 40.000 ton. Ema juga melaporkan produksi sampah pada sekitar 1.600 ton per hari. Dari jumlah tersebut, yang bisa diolah sekitar 300 ton per hari. Jadi produksi sampah yang dikirim ke TPS-TPS adalah 1.300 ton. Jadi, sejak 20 September 2023 dari 40.000 ton dan data terbaru pada 12 Oktober masih ada 29.400 ton, berarti terkurangi selama 25 hari sebanyak 10.600 ton. Jika dihitung, produksi sampah Kota Bandung 1.600 ton per hari. Lalu, 300 ton sampah terolah sedangkan 1.300 dibuang ke TPS-TPS yang kemudian diangkut ke TPA Sarimukti 200 ritase atau 840 ton per hari. Berarti setiap hari sekitar 460 ton tidak terangkut plus sampah yang tidak terangkut sebelumnya sebanyak 29.400 pada 12 Oktober 2023. Secara estimasi, tumpukan sampah hingga 15 Oktober 29.400 ditambah 460 ton x 3 hari (1.380 ton) jumlah sampah di TPS sekitar 29.400 ton + 1.380 ton = 30.780 ton tumpukan sampah di TPS. Jadi kalau setiap hari hanya 200 ritase truk untuk pengangkutan sampah baru per hari saja dari 1.300 ton sampah saja hanya bisa 840 ton per hari. Berarti masih puluhan ribu ton sampah lama yang akan masih menumpuk. Di sisi lain, Pemkot Bandung telah membentuk Satgas Penanggulangan Darurat Sampah, secara masiv "Gempur Sampah" dengan berbagai strategi, dengan melibatkan berbagai elemen masyarakat. Hal itu merupakan langkah positif sebagai upaya Pemerintah Kota Bandung dalam penanganan darurat sampah. Setidaknya bisa mengurangi atau meminimalkan volume sampah setiap harinya. Namun sepanjang TPA Sarimukti belum kembali normal pasca kebakaran, maka dengan kapasitas terbatas 200 ritase per hari, dengan realita yang ada, Masalah sampah di Kota Bandung tidak akan bisa teratasi optimal penanganannya dalam sekejap. Kuncinya, darurat sampah di Bandung Raya bisa segera teratasi jika TPA Sarimukti kembali normal. Itu hanya jangka pendek karena dari sejak awal TPA Sarimukti hanya bersifat sementara. Harapan besarnya ke depan tak lain menunggu terwujudnya Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka Nagreg, Kabupaten Bandung. Sejak pemerintahan Gubernur Jabar Ahmad Heryawan sampai Ridwan Kamil, PLTSa Legok Nangka meski terus diperjuangkan tetapi masih belum terwujud. Terakhir di masa berakhirnya pemerintahan Ridwan Kamil ada investor dari Jepang yang berminat membangun PLTSa Legok Nangka. Investor dari Jepang Sumitomo Hitachi Zosen menjadi pengelola Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah (TPPAS) Legok Nangka Nagreg, Kabupaten Bandung. Kesepakatan tersebut dilakukan oleh Pemprov Jabar dengan Sumitomo Hitachi Zosen pada West Java Investment Summit (WJIS) di Mason Pine Hotel, Padalarang, Kabupaten Bandung Barat, Rabu (9/8/2023). Sumitomo hadir untuk memastikan kesiapannya dalam mengelola sampah di Legok Nangka menjadi penghasil energi listrik (waste to energy). TPPAS Legok Nangka digunakan untuk menampung dan memproses sampah dari 6 wilayah yakni Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Sumedang, Kota Cimahi, Kabupaten Garut dan Kabupaten Bandung Barat dengan kapasitas sekitar 2.131 ton per harinya. TPPAS Legok Nangka telah masuk dalam Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan Pembangunan Instalasi Pengolah Sampah menjadi Energi Listrik Berbasis Teknologi Ramah Lingkungan. Namun, tentunya kalaupun toh pihak investor Jepang "deal" investasi membangun Legok Nangka, tetap saja memakan waktu tidak sebentar. Apalagi, jika TPPAS Legok Nangka kembali tak terwujud dan hanya mengandalkan TPA seperti Sarimukti, permasalahan sampah di Bandung Raya bakal kembali jadi bom waktu. Seperti halnya terjadi sekarang ini akibat terbakarnya Sarimukti yang menjadi satu-satunya Tempat Pembuangan Akhir Bandung Raya, "bom" pun meledak. Terjadilah Darurat Sampah di Bandung Raya terutama Kota Bandung. Pada akhirnya masyarakat lah yang menjadi korban harus menghirup bau tak sedap tumpukan sampah serta ancaman penyakit. Kita tunggu kiprah Pemprov Jabar yang tengah berjuang mencari solusi terbaik agar TPPAS Legok Nangka terwujud, tidak lagi terkatung-katung!