Soal Tsunami Jawa 20 Meter, Begini Kata BMKG

Foto: net

Foto: net

Roemahmedia.com I JAKARTA,- Kepala Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati buka-bukaan soal riset yang menunjukkan ada potensi tsunami setinggi 20 meter di selatan Jawa. Dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Sabtu (26/9/2020), Dwikorita mengonfirmasi riset itu dilakukan oleh Institut Teknologi Bandung (ITB) dan turut melibatkan peneliti BKMG, yaitu Dr. Pepen Supendi, terutama dalam pengolahan data dan analisis seismisitas. Dwikorita juga, menjelaskan riset yang dilakukan merupakan multidisiplin data, ilmu, dan lintas instansi untuk mengkaji potensi gempa bumi terjadi di zona seismic gap pada sumber gempa megathrust selatan Jawa. Selain itu, riset pun memodelkan dampak gempa bumi megathrust tersebut berupa ketinggian gelombang tsunami di pantai selatan Jawa. "Jadi pada area seismic gap di zona sumber gempa megathrust ini dijadikan sebagai input dalam pemodelan tsunami dengan menggunakan beberapa skenario," kata Dwikorita. Skenario pertama, jika hanya segmen megathrust selatan Jawa Barat saja yang pecah. Skenario 2, jika hanya segmen megathrust selatan Jawa Timur saja yang pecah. Lalu skenario terburuknya jika kedua segmen ini pecah bersamaan bisa menghasilkan gempa dengan magnitudo M 9,1. Berdasarkan pemodelan tersebut dapat menyebabkan tsunami dengan ketinggian maksimum 20 meter di selatan Jawa bagian Barat (lebih tepatnya di selatan Banten) dan 12 meter di selatan Jawa Timur, dengan ketinggian tsunami rata-rata 4,5 meter. "Dari hasil riset tersebut waktu datangnya gelombang tsunami sekitar 20 menit," ujar eks rektor Universitas Gadjah Mada. Dalam kesempatan itu, Dwikorita mengatakan, Indonesia sudah siap menghadapi potensi megathrust sejak 2008. BMKG telah mengoperasikan Sistem Monitoring dan Peringatan Dini Tsunami untuk mengantisipasi dampak gempa bumi megathrust seperti yang pernah terjadi di Aceh. Kala itu, waktu tiba gelombang tsunami ke pantai terdekat kurang lebih 20 menit. "Sistem yang dibangun tersebut dioperasikan dengan menggunakan Internet of Things (IoT) dan Artificial Intelligent (AI) untuk menghitung secara cepat parameter gempa bumi, magnitudo dan lokasi hiposenter gempa bumi, yang kemudian secara otomatis dengan pemodelan matematis dapat dihitung (diestimasi) potensi kejadian tsunaminya," kata Dwikorita Dengan begitu, lanjut dia, dapat disebarluaskan secara otomatis Info kejadian gempa bumi dan peringatan dini tsunami melalui BNPB, BPBD, Televisi, dan berbagai moda diseminasi informasi lainnya SMS, telepon atau fax, media sosial, aplikasi info BMKG. Rentang waktunya 3-5 menit setelah gempa terjadi. "Artinya, masih tersisa waktu sekitar 15-17 menit sebelum perkiraan datangnya gelombang tsunami untuk evakuasi," ujar dia. Meski demikian, Dwikorita menegaskan, riset dan sistem peringatan dini tersebut belum cukup untuk benar-benar melindungi masyarakat dari ancaman bahaya tsunami. Harus tetap ada kesiapan masyarakat dan pemerintah daerah dalam merespons peringatan dini tersebut secara cepat dan tepat, bahkan dalam menyiapkan sarana prasarana evakuasi. "Selain itu, masyarakat harus terus diedukasi supaya semakin aware terhadap bahaya gempa dan tsunami yang ada di wilayahnya," kata dia. Pakar tsunami dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko membenarkan ada potensi ancaman gempa megathrust dan tsunami di zona subduksi selatan Jawa. Mengacu pada katalog Wichman, Ia mengungkapkan mungkin potensi gempa besar dan tsunami terjadi tidak akan lama lagi. Ini berdasarkan pengulangan 400-500 tahun gempa besar yang terjadi di zona subduksi selatan Jawa. Gempa megathrust yang berpotensi menimbulkan tsunami setinggi 20 meter juga bisa terjadi kapan saja. Meski begitu, tinggi tsunami bisa bervariasi baik itu di Jawa Barat, Jawa Timur dan Sumatera. Oleh karena itu, Widjo mengingatkan semua pihak untuk waspada. Sebab, gempa yang berpotensi menghadirkan tsunami ini belum memiliki alat sebagai pendeteksi. Untuk itu, ia berpesan kepada masyarakat yang tinggal di daerah pesisir. "Perlu diingat, gempa bumi dan tsunami ini merupakan siklus , jadi mereka yang tinggal di pesisir harus siap dan berhati-hati," ujar Widjo