Kepala Dinas Perkebunan Jabar, Hendi: Faktor Iklim Pengaruhi Produktivitas Kopi

Produktivitas hasil panen kopi cenderung stagnan

Kepala Dinas Perkebunan Jabar, Hendi Jatnika

Kepala Dinas Perkebunan Jabar, Hendi Jatnika

BANDUNG, roemahmedia.com - Luas lahan tanaman kopi arabika di Jawa Barat terus mengalami peningkatan. Namun, peningkatan luas lahan tersebut tidak sejalan dengan peningkatan produktivitas yang cenderung stagnan. Hal sama juga terjadi pada kopi rosbuta. meski luas lahan cenderung meningkat, tetapi produktivitas kopi robusta cenderung stagnan.  “Penyebabnya disinyalir adanya perubahan iklim dan petani belum adaptasi terhadap perubahan tersebut dan tetap melakukan pola budidaya seperti biasanya atau konvensional,” jelas Kepala Dinas Perkebunan Jabar, Hendi Jatnika kepada roemahmedia.com melalui pesan WhatsApp, 31/12/2020. Dari data stastitik Dinas Perkebunan Jabar dari tahun 2015 sampai 2019 tercatat luas lahan kopi arabika meningkat dari 16.808 hektar menjadi 28.427 hektar.  Namun, produktivitas hasil panen cenderung menurun dari tahun 2015 mencapai 558,98 kg per hektar, maka pada tahun 2019 menjadi 395,29 kg per hektar.  Produksi kopi arabika memang meningkat dari tahun 2015 mencapai 9.395 ton menjadi 11.237 ton pada tahun 2019. Kalau produktivitas panen per hektar stabil seperti tahun 2015 seharusnya jumlah produksi kopi arabika jauh lebih besar. Sama halnya dengan kopi robusta. Pada tahun 2015 luas lahan kopi robusta mencapai 15.750 hektar. Sempat turun pada tahun 2016 mencapai 14.446 hektar. Namun, kembali meningkat pada tahun 2019 yang mencapai 18.655 hektar. Sedangkan dari segi produksi juga meningkat, dari tahun 2015 yang mencapai 8.066 ton menjadi 10.097 ton pada tahun 2019.  Dari segi produktivitas hasil panen kopi robusta juga menurun dari tahun 2018 mencapai 562,53 kg per hektar menjadi 541,21 kg per ha. Di sisi lain, kopi Java Preanger dari Jabar bernilai ekonomis tinggi untuk pasar ekspor. Kopi varietas arabika ini diterima pasar internasional dengan harga tertinggi dibandingkan kopi dari negara lain termasuk dari daerah lain di Indonesia.  “Harganya mencapai  10 SD 15 dolar Amerika per kg,” ujar Ketua Masyarakat Kopi Jawa Barat Dr. Ir. M. Atamimi . Pesaing pasar kopi Jabar seperti kopi Brasil kini hanya berkisar 5 Dolar Amerika. Hal itu terjadi karena di Brasil pemanenan buah kopi justru  dilakukan dengan mekanisasi.  Kopi memang menjadi salah satu komoditas unik, perlakuan  pemanenn secara konvensional lebih menaikkan harga. Kopi dengan harga tinggi adalah jenis arabika yang ditanam di atas ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Jawa Barat secara identitas geografis banyak memiliki pegunungan dengan ketinggian di atas 800 meter dpl bahkan hingga 1.500 m dpl. Contohnya Kab Bandung terdapat kopi Malabar yang ditanam di Gunung Malabar. Kab. Garut degan kopi  di Gunung Papandayan serta Kab. Sumedang kopi di Gunung Manglayang.***