Gus Ahad: Penyusunan APBD Jabar 2022 Tersulit

Wakil Ketua Komisi 5 sekaligus Banggar DPRD Jabar Abdul Hadi Wijaya dari Fraksi PKS.

Wakil Ketua Komisi 5 sekaligus Banggar DPRD Jabar Abdul Hadi Wijaya dari Fraksi PKS.

BANDUNG, roemahmedia.com - Pendapatan Daerah Jabar Tahun 2022 mengalami penurunan drastis hampir 25%, dari Rp 41,47 trilyun menjadi Rp 31,12 trilyun. Ini otomatis berdampak pada pengurangan belanja di berbagai perangkat daerah. Demikian dikemukakan Wakil Ketua Komisi 5 sekaligus Banggar DPRD Jabar Abdul Hadi Wijaya dari Fraksi PKS, kepada roemahmedia melalui vidcall WhatsApp, Jumat, 19 November 2021. Turunnya pendapatan akibat dampak pandemi Covid-19 selama 2021, menjadi salahsatu penyebabnya. “ Sektor yang terimbas salahsatunya dari Pajak Kendaraan Bermotor,” ujar Abdul Hadi yang dipanggil Gus Ahad ini. Penurunan pendapatan tersebut berdampak pula pada alokasi angaran di Dinas-dinas atau OPD (organisasi perangkat daerah) yang juga turun drastis dari ajuan. “Memang benar, anggaran OPD banyak yang terkoreksi,” jelas Gus Ahad. Gus Ahad menjelaskan, hal ini membuat penyusunan dan penghitungan APBD Tahun 2002 dalam kondisi prihatin. Bahkan Gus Ahad menyebutnya kondisi “horor”.  “Penyusunan anggaran tahun ini yang selama ini saya alami adalah yang tersulit,” ujarnya. Untuk itu, Gus Ahad mengemukakan agar semua pihak mafhum dalam kondisi sekarang ini. “Jangan lantas nanti ada tudingan terjadi politisasi, ini benar-benar akibat dari penurunan pendapatan,” ujarnya. Disinggung mengenai minimnya alokasi anggaran di UPTD Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Dinas Kesehatan Jabar tahun 2022, Gus Ahad membenarkan, kalau untuk alokasi belanja barang atau sejenisnya atau yang betul -betul tidak urgen sementara ini tidak dialokasikan. Namun, untuk mengantisipasi jika terjadi gelombang 3 pandemi covid-19 pada tahun 2022, maka anggaran penanganan covid-19 tersebut dicadangkan di Biaya Tak Terduga (BTT). Adapun besaran sementara BTT tahun 2022 belanja tak terduga sampai dengan nota Gubernur 15 November 2021, ajuan pihak eksekutif ada di Rp 689 miliar. Menurut Gus Ahad, BTT ini tidak hanya untuk penanganan pandemi covid-19 saja tapi juga untuk sesuatu yang bersifat darurat seperti terjadi longsor dan banjir. Adapun penggunaan BTT ini hak eksekutif. “Kepala daerah hanya bersifat pemberitahuan kepada DPRD,” pungkasnya. Sementara itu, menurut anggota Komisi IV DPRD Jabar Daddy Rohanady APBD Provinsi Jawa Barat yang dilansir infoparlemen.com, diperkirakan akan mengalami turbulensi pada tahun anggaran 2022 mendatang. Hal itu merupakan akumulasi dari beberapa hal yang tidak bisa dihindari. Melihat beberapa hal yang melingkupinya, tampaknya turbulensi APBD Jabar sudah di depan mata. Sebenarnya sinyal ke arah itu sudah tampak sejak pembahasan Perubahan APBD tahun anggaran 2021. Pendapatan Daerah yang tidak tercapai sangatlah besar, yakni Rp 10,358 triliun. Hal itu diakibatkan oleh beberapa faktor. Memang situasi pandemi telah berdampak ke segala lini. Hal itu telah pula berpengaruh pada Pendapatan Transfer (dari Pemerintah Pusat). Pendapatan Asli Daerah diperkirakan terkoreksi Rp 4,131 triliun menjadi Rp 20,604 triliun. Demikian pula Pendapatan Transfer diperkirakan terkoreksi cukup besar, yakni Rp 6,226 triliun. Transfer Pemerintah Pusat semuanya mengalami penurunan. Dana Transfer berkurang Rp 6,152 triliun. Bahkan, Dana Insentif Daerah juga diperkirakan turun sekitar Rp 68,7 miliar. Dana Transfer semuanya turun, kecuali Dana Bagi Hasil (DBH) yang naik Rp 317 miliar. Dana Alokasi Umum (DAU) turin Rp 91 miliar). Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik turun Rp 180 miliar). DAK Non-Fisik turun Rp 6,2 triliun. Ini bukti bahwa sesungguhnya volume APBD Provinsi Jabar yang di dalam RKUA PPAS tanggal 16 Agustus 2021 diproyeksikan di atas Rp 41 triliun, sekarang tampak warna aslinya. Volume APBD Provinsi Jabar selama ini tampak besar, antara lain juga, karena sesungguhnya besar pula dana yang sifatnya hanya transitoris. Artinya, di dalam APBD Jabar ada dana dalam jumlah sangat besar yang harus ditransfer ke kabupaten/kota. Jadi, volume APBD Jabar menjadi besar akibat besarnya dana transitoris yang masuk ke kas daerah Provinsi. Ketika Pemerintah Pusat memutuskan dana-dana transitoris itu langsung ditransfer ke kas kabupaten/kota, maka volume Pendapatan Transfer pun langsung kempes. Turunnya secara drastis transfer dari Pemerintah Pusat, salah satunya dan terakhir kali dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170-S/PK/2021. Turbulensi volume APBD Provinsi Jabar tersebut pasti pengaruhnya sangat besar terhadap berbagai pos belanja daerah. Konsekuesinya, alokasi anggaran belanja pun terpaksa harus menyesuaikan kembali dengan volume Pendapatan Daerah yang baru. Nota Pengantar KUA PPAS Tahun Anggaran 2022 yang disampaikan Gubernur pada tanggal 16  Agustus 2021 masih mencantumkam angka Pendapatan Daerah sebesar Rp 41,141 triliun. Setelah melalui proses pembahasan, terjadi beberapa perubahan. Kini Pendapatan Daerah diprediksi hanya Rp 30,783 triliun. Memang pembahasan belumlah tuntas hingga APBD disepakati pada sidang paripurna. Itu pun masih membuka ruang koreksi dari Kementerian Dalam Negeri. Namun, tampaknya tidak ada lagi “kejutan berarti” yang akan mempengaruhi APBD Tahun Anggaran 2022 tersebut. Artinya, tidak sampai 2 bulan, telah terjadi perubahan yang sangat drastis. Hal itu telah memberi hantaman yang sangat amat keras dan telak terhadap APBD Provinsi Jabar Tahun 2022. “Semoga turbulensi tersebut tidak lantas menimbulkan turbulensi dalam pencapaian target indikator-indikator pembangunan yang telah ditetapkan dalam RPJMD, apalagi menurunkan kualitas pelayanan kepada masyarakat,” ujar Daddy.