PMK No. 172 Pengaruhi Volume APBD Jabar 2022, Tren PKB & BBNKB Justru Meningkat

Kepala Bapenda Jabar Hening Widiatmoko

Kepala Bapenda Jabar Hening Widiatmoko

BANDUNG, roemahmedia.com - Perubahan kebijakan dana transfer dari Pemerintah Pusat yang tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 170-S/PK/2021, berpengaruh besar pada volume APBD Jabar TA 2020.  Diperkirakan bakal terkoreksi turun drastis hingga kisaran Rp 10 Triliun. Di sisi lain, pendapatan asli daerah dari PKB dan BBNKB ternyata justru sedang mengalami tren kenaikan yang signifikan. Menanggapi hal ini, Kepala Bapenda Jabar Hening Widiatmoko mengemukakan sesuai PMK tersebut terdapat perubahan kebijakan terkait pendapatan transfer dari Pemerintah Pusat khususnya Dana Alokasi Khusus (DAK) Non Fisik yakni Dana Bantuan Operasional (BOS) SD dan SMP tidak lagi melalui Provinsi tetapi langsung ditransfer ke Kab/ Kota (sesuai kewenangan pengelolaan pendidikan dasar SD dan SMP adalah Kab/Kota).  Alokasi anggaran DAK Non Fisik tersebut sebesar Rp 6,2 Trilyun, sehingga DAK Non Fisik Provinsi 2022 berkurang menjadi Rp 4,3 T. Demikian pula Dana Insentif Daerah (DID) Tahun 2022 Provinsi Jawa Barat semula besarannya Rp 88 M berkurang menjadi Rp 19 M. Sementara itu, pendapatan Pajak Daerah masih bertumpu pada kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang berperan sebesar Rp 13,843 Trilyun atau sekitar 72 persen dari Pajak Daerah yang ditargetkan Rp 19, 366 Trilyun. “Ada trend kenaikan yang signifikan dari PKB dan BBNKB. Bahkan untuk BBNKB kenaikan mencapai 103%,” ujar Widi kepada roemahmedia.com, Senin, 22/11/2021. Widi pun berharap pada tahun 2022 pemulihan ekonomi semakin menyeluruh dan meningkat pula daya beli masyarakat yang disertai kemudahan mendapatkan kredit kepemilikan kendaraan yang akan melancarkan tercapainya target Pendapatan Asli Daerah tahun 2022 yang sudah direncanakan. Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPRD Jabar Daddy Rohanady mengemukakan penurunan APBD Jabar TA 2020 sudah diperkirakan dan merupakan akumulasi dari beberapa hal yang tidak bisa dihindari. “Sebenarnya sinyal ke arah itu sudah tampak sejak pembahasan Perubahan APBD tahun anggaran 2021,” ujar Daddy kepada awak media beberapa waktu lalu. Pendapatan Daerah yang tidak tercapai sangatlah besar. Hal itu diakibatkan oleh beberapa faktor. Memang situasi pandemi telah berdampak ke segala lini.  Pendapatan Transfer telah diperkirakan terkoreksi cukup besar. Transfer Pemerintah Pusat semuanya mengalami penurunan. “Dana Transfer semuanya turun, kecuali Dana Bagi Hasil (DBH) yang naik,” jelasnya. Ini bukti bahwa sesungguhnya volume APBD Provinsi Jabar yang di dalam RKUA PPAS tanggal 16 Agustus 2021 diproyeksikan di atas Rp 41 triliun, sekarang terkoreksi hingga kisaran Rp 31 Triliun.  Volume APBD Provinsi Jabar selama ini tampak besar, antara lain juga, karena sesungguhnya besar pula dana yang sifatnya hanya transitoris. Artinya, di dalam APBD Jabar ada dana dalam jumlah sangat besar yang harus ditransfer ke kabupaten/kota. Jadi, volume APBD Jabar menjadi besar akibat besarnya dana transitoris yang masuk ke kas daerah Provinsi. Ketika Pemerintah Pusat memutuskan dana-dana transitoris itu langsung ditransfer ke kas kabupaten/kota, maka volume Pendapatan Transfer pun langsung kempes. Penurunan volume APBD Provinsi Jabar tersebut pasti pengaruhnya sangat besar terhadap berbagai pos belanja daerah. Konsekuesinya, alokasi anggaran belanja pun terpaksa harus menyesuaikan kembali dengan volume Pendapatan Daerah yang baru. Memang pembahasan belumlah tuntas hingga APBD disepakati pada sidang paripurna. Itu pun masih membuka ruang koreksi dari Kementerian Dalam Negeri.   Namun, tampaknya tidak ada lagi “kejutan berarti” yang akan mempengaruhi APBD Tahun Anggaran 2022 tersebut.