Raden Tedi (PAN) Minta Pemerintah Pusat Keluarkan Regulasi agar Honorer Masih Bisa Bekerja, Jangan _Saklek_!

Adikarya Parlemen

Nasib Honorer ASN di ujung tanduk jika tidak ada regulasi lain sebagai solusi3 agar tetap bisa bekerja di pemerintahan. (Foto: Dok. Sindonews)

Nasib Honorer ASN di ujung tanduk jika tidak ada regulasi lain sebagai solusi3 agar tetap bisa bekerja di pemerintahan. (Foto: Dok. Sindonews)

BANDUNG, roemahmedia.com - Anggota Komisi 1 DPRD Jabar Raden Tedi meminta Pemerintah Pusat untuk memperhatikan nasib honorer ASN di lingkungan Pemerintah Provinsi maupun Pemkab/kota. Pihaknya juga akan berkomunikasi dengan Anggota DPR dari Fraksi PAN untuk mendesak Pemerintah Pusat mengeluarkan regulasi lain yang memberikan solusi agar nasib honor masih bisa bekerja di lingkungan pemerintahannya. "Jangan saklek dan nggak mau tahu nasib honorer ASN, mereka anak bangsa juga yang sudah berjasa membantu pekerjaan di pemerintahan selama ini," ujar Raden Tedi. Raden Tedi pun khawatir ini nanti bakal terjadi PHK massal honorer melebihi PHK massal dari dampak Covid-19, apalagi ini tahun politis bisa ada gejolak sosial. Nasib honorer di lingkungan pemerintahan memang di ujung tanduk! Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 49 Tahun 2018, nasib honorer ini akan ditentukan sebelum November 2023. Sementara itu, Kepala BKD Jabar Sumasna memaparkan, di lingkungan Pemprov Jabar, sebanyak 32ribu honorer masih belum diangkat menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K). Menurut Sumasna, Pemprov Jabar saat ini masih menunggu keputusan dari pemerintah pusat. Pemprov Jabar pada dasarnya tetap membutuhkan tenaga non- ASN. "Jadi, ada 32 ribu honorer dari BKN verifikasi. Jadi, kita di lapang kebutuhan layanan itu tetap terisi oleh teman non-ASN tadi kita nanti masih nunggu kira-kira seperti apa regulasi pusat ke depan," ujar Sumasna seusai acara Japri di Gedung Sate, Senin (29/5/2023). Pemprov Jabar, kata dia, saat ini masih belum bisa mengambil keputusan untuk nasib P3K ini nantinya akan seperti apa. BKD, masih menunggu skema dari pemerintah pusat akan seperti apa. "Karena kalau ngikuti PP berarti november selesai apakah PP ada penyesuaian atau gimana. Kita masih nunggu," katanya. PP yang mengatur tentang P3K, saat ini tergolong tegas. Namun, dalam hal pelayanan publik tetap harus ada bantuan dari non-ASN. Sehingga, saat ini belum ada keputusan akan seperti apa nantinya. "Kalau PP tentang P3K itu memang agak saklek bahwa setelah lima tahun kemudian itu tidak lagi non-ASN, tapi kan pelayanan publik kita hari ini di lapangan bisa jadi ASN beberapa, tapi pelayanan pembelajaran tetap harus dilakukan. Untuk itu, kita masih menunggu," ujarnya. Saat ini, kata dia, Pemprov Jabar hanya mengusulkan kebutuhan-kebutuhan untuk non-ASN di beberapa sektor. Serta, yang paling penting kebutuhan tenaga kesehatan dan guru. Namun, keputusan nasibnya akan seperti apa akan diputuskan pemerintah pusat. "Karena ini regulasi pemerintah pusat jadi kita ngasih input saja kebutuhan kita di pelayanan publik terutama guru dan nakes kalau misalnya non-ASN tidak diperkenankan November kemungkinan ada beberapa yang agak kritis," katanya. Terkait skema honorer yang nantinya dimasukkan ke pihak ketiga, menurut Sumasna, hal ini kemungkinan akan dilakukan hanya untuk beberapa sektor saja. Seperti, sopir, petugas kebersihan dan security. Namun, untuk tenaga kesehatan dan guru masih belum ditentukan. "Tugas tertentu ada yang memungkinkan masuk barang jasa misalkan kita tugaskan non-ASN petugas kebersihan, ada kelembagaan yang menugaskan ke sana maka kita dorong kerja sama saja di sana dengan perusahaan petugas kebersihan," katanya memaparkan. Sebelumnya, Kepala Bidang (Kabid) Pengadaan, Pemberhentian, dan Informasi Kepegawaian BKD Jabar, Ahmad Nurhidayat mengatakan, dari jumlah 52rb honorer yang ada di Jabar itu terdiri dari 1.761 tenaga kesehatan atau nakes, guru 10.797 orang, penyuluh 1.532 orang, pranata komputer 508 orang, dan administrasi teknis lainnya ada 29.488 orang.