Raden Tedi: Peruntukan Rusunawa Rancaekek Harus diperjelas jangan sampai tumpang tindih

Adikarya Parlemen

Anggota Komisi IV DPRD Jabar Raden Tedi.

Anggota Komisi IV DPRD Jabar Raden Tedi.

BANDUNG -- Pemprov Jabar melakukan pengaturan kawasan ini menangani masyarakat miskin ekstrem perkotaan, di antaranya dengan memindahkan warga yang tinggal di bedeng- bedeng kumuh kolong jalan tol ke Rusunawa Rancaekek atau Solokan Jeruk, Kabupaten Bandung. Untuk tahap pertama saat ini, telah terdata sekira 100 Kepala keluarga. Nantinya di rusunawa tersebut para warga akan mendapatkan fasilitas tinggal gratis selama satu tahun, sambil diberikan pelatihan agar dapat hidup lebih mandiri. Mereka diantaranya yang tinggal di bawah jembatan tol, bedeng-bedeng kumuh, sekitar Kab Bandung, Kota Bandung dan Kota Cimahi. Menyanggapi hal tersebut, Anggota Komisi 4 DPRD Jabar Raden Tedi mengemukakan, meskipun tujuan memindahkan warga kolong jembatan ke tujuan Rusunawa baik, tetapi Pemprov Jabar harus memperhatikan peruntukan Rusunawa tersebut. “Jangan sampai tumpang tindih peruntukannya,” ujar Raden Tedi, di Bandung Senin 23/12. Rusunawa Rancaekek Kab Bandung dibangun sebagai tempat transit bagi kaum buruh yang bekerja di industri sekitar Bandung Raya. Menepati Rusunawa tersebut tidak gratis, ada biaya sewa yang harus dipenuhi kaum buruh atau pekerja. “Jadi kalau tiba-tiba sekarang Rusunawa dijadikan tempat tinggal masyarakat kolong jembatan mesti diperjelas dulu peruntukkannya, apakah bisa untuk sosial atau harus sewa,” ujar Raden Tedi. Menurut Raden Tedi, hal tersebut penting jangan sampai ada kesadaran dari para buruh/pekerja yang tinggal di Rusunawa Rancaekek dengan dikenakan biaya sewa. Sedangkan warga yang semula tingga di kolong jembatan diberikan tempat tinggal di Rusunawa secara cuma-cuma alias gratis setahun. “Sekali lagi bukan tidak baik langkah Pemprov Jabar itu sangat mulia, namun harus diperjelas peruntukkan Rusunawa tersebut,” ujar Raden.Tedi. Di sisi lain, menurut Raden Tedi warga yang tinggal di bedeng-bedeng kumuh di kolong jembatan tol kebanyakan warga pendatang. Seharusnya ditampung di fasilitas Dinas Sosial Jabar kemudian diberikan pelatihan. “Selanjutnya, mereka diberikan permodalan dan dikembalikan ke tempat asalnya untuk membuka usaha,” tutur Raden Tedi. Permasalahan kemiskinan di perkotaan memang pelik terutama penanganan warga yang tidak mampu melakukan pendatang. Mereka rata-rata bermodal nekat mencari nafkah di perkotaan tanpa sanak saudara dan keterampilan. Pada akhirnya mereka pun tinggal di kolong jembatan tol. Ada yang bekerja sebagai pemulung, pengamen atau menjadi pengemis. “Urbanisasi ini sulit dibendung karena mereka tidak punya pekerjaan di desa asalnya, maka penanganannya harus dilakukan dari hulu sampai hilir,” ujar Raden Tedi. Pentingnya pemerataan pembangunan sehingga banyak lapangan kerja di pedesaan dan meminimalkan warga desa untuk mencari penghidupan di perkotaan. “Penataannya harus dilakukan Gubernur Jabar selaku kepala daerah secara komprehensif dengan melibatkan Pemkab/kota,” jelas Raden Tedi.